Sehari menjelang perayaan hari kemerdekaan Indonesia ke-79, pada Jumat 16 Agustus 2024 patroli Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Kapal Negara Gajah Laut-404 yang dikomandani oleh Letkol Bakamla Agus Tri Haryanto berhasil mengamankan kapal MV Lakas yang dicurigai membawa barang ilegal di perairan Gorontalo. Kapal tersebut berbendera Filipina dengan 17 anak buah kapal (ABK). Dalam pemeriksaan berdasarkan keterangan tertulis yang diterima (melalui berita Detik.com), Jumat (16/8/2024) ditemukan bahwa kapal tersebut tidak memiliki beberapa dokumen penting seperti Certificate of Analysis, Certificate of Origin, serta Certificate of Shipper Declaration yang diperlukan untuk pengangkutan barang berbahaya berdasarkan International Maritime Solid Bulk Cargoes (IMSBC). Selain itu, kapal tersebut juga diketahui membawa 10.545 metrik ton wood pellet yang diduga ilegal.
Gorontalo merupakan salah satu provinsi pengekspor wood pellet terbesar di Indonesia. Mengungguli Jawa Timur dan Jawa Tengah. Wood pellet merupakan komoditas yang terbuat dari serbuk/serpih kayu yang dipadatkan, yang dimanfaatkan sebagai sumber energi (bioenergi). Tercatat dua negara utama yang menjadi tujuan ekspor Gorontalo, yakni Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara tersebut menggunakan wood pellet asal Indonesia untuk dibakar di pembangkit listrik sebagai pengganti batu bara.
Gorontalo Dalam Cengkraman Bioenergi
Berkaca pada keadaan hutan di Gorontalo, data Forest Watch Indonesia (FWI), hutan alam yang tersisa di Gorontalo hanya sekitar 693.795 Ha atau sekitar 57 persen dari luas daratan. Sementara itu nilai deforestasi yang terjadi masih menunjukan angka yang tinggi 35.770,36 Ha (2017-2023).
Ancaman baru muncul terhadap eksistensi sumber daya alam di Gorontalo. Izin-izin bertransformasi & berkamuflase dibalik transisi energi dengan mengusahakan bahan baku kayu untuk energi (bioenergi). Gorontalo masuk dalam salah satu skema cengkraman proyek bioenergi nasional. Merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia dengan luas 282.100 Ha dengan jumlah izin terbanyak, yakni 10 izin.
Proyek bioenergi di Gorontalo berasal dari 3 sumber lahan, pertama yang berasal dari perkebunan kelapa sawit yang mendapatkan amnesti dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kedua yang berasal dari transformasi usaha hutan tanaman industri, dan ketiga berasal dari areal lahan Ex Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Terdapat 2 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang kemudian mengusahakan wood pellet, yakni PT Inti Global Laksana (IGL) beroperasi melalui SK.3102/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/5/2020 dengan luas 11.860 Ha dan PT Banyan Tumbuh Lestari (BTL) melalui SK.3103/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/5/2020 dengan luas 15.493 Ha. Izin berupa Pemanfaatan Hutan Hak dari KLHK di Kabupaten Pohuwato.
Dua perusahaan lain yang juga turut mengusahakan bioenergi adalah PT Gema Nusantara Jaya (GNJ) dan PT Gorontalo Citra Lestari (GCL). Kedua perusahaan ini merupakan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Hasil Hutan – Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) sejak tahun 2011. Awalnya kedua perusahaan ini mengusahakan kayu untuk pertukangan dengan jenis tanaman Jabon. Kedua perusahaan berkomitmen untuk memproduksi wood pellet dengan membangun industri pengolahan kayu primer yang bernama PT Gorontalo Panel Lestari. Kedua perusahaan beroperasi kembali melalui Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dengan Nomor 1109/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021 untuk PT. GNJ dengan luas 27.976,78 Ha. Dan melalui PBPH Nomor 1110/Menlhk/Setjen/HPL.0/11/2021 dengan luas 46.170 Ha untuk PT. GCL. Kedua perusahaan beroperasi di Kabupaten Gorontalo Utara.
Baru-baru ini, data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo mengkonfirmasi bahwa adanya kemungkinan diterbitkannya 6 izin baru di Provinsi Gorontalo. Keenam izin pemanfaatan hutan tersebut turut mengusahakan bioenergi yang berasal dari bahan baku kayu atau dengan istilah lain Hutan Tanaman Energi (HTE). Luas keenam konsesi HTE ini dapat mencapai 180 ribu Ha yang tersebar di beberapa kabupaten, yakni Pohuwato, Boalemo, dan Gorontalo Utara. Keenam izin baru yang rencana diterbitkan bakal mengkapling areal ex HPH yang kadaluarsa. Keenam izin baru tersebut, yakni PT. Hutani Cipta (7800 Ha), PT. Keia Lestari Indonesia 1 (41.000 Ha), PT. Lumintu Ageng Joyo (38.000 Ha), PT. Keia Lestari Indonesia 2 (43.000 Ha), PT Nawa Waskita Utama (41.000 Ha), PT Sorbu Agro Energi (9800 Ha).
Penerbitan izin baru ini sebagai upaya KLHK untuk mencapai target net sink di tahun 2030. Dalam Rencana Operasional FoLU Net Sink 2030 ditargetkan pembangunan hutan tanaman baru harus mencapai 6 juta Ha dan Gorontalo mendapatkan jatah melalui penerbitan izin baru dengan luas 17.411 Ha. Rencana penerbitan keenam izin baru di Gorontalo melebihi kuota izin. Sayangnya, pendekatan penerbitan izin untuk korporasi masih digunakan dalam upaya strategi pencapaian target pengurangan emisi. Baik dalam agenda Second Nationally Determined Contribution ataupun target FoLU Net Sink 2030. Bioenergi yang berbasiskan hutan dan lahan dapat menjerumuskan Gorontalo bahkan Indonesia pada “jurang-jurang” deforestasi sehingga berpotensi menggagalkan pencapaian target pengurangan emisi Indonesia di tingkat global.
Deforestasi dari Kinerja Ekspor Wood Pellet
Saat ini perusahaan yang aktif melakukan pemanfaatan hasil hutan kayu untuk memenuhi kepentingan produksi wood pellet adalah PT. IGL dan PT. BTL. Hasil investigasi tim Forest Watch Indonesia (FWI) bersama dengan jaringan organisasi masyarakat sipil di Gorontalo, yakni Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda), dan jejaring simpul Walhi Gorontalo, PT. BTL memanfaatkan kayu berasal dari hutan alam bukan berasal dari kayu hutan tanaman atau bukan berasal dari kegiatan rehabilitasi. Berdasarkan analisis tim FWI, deforestasi hutan alam yang terjadi di dalam konsesi PT. IGL dan PT. BTL sepanjang tahun 2021 sampai 2023 sebesar 1087,25 Ha.
Di dalam kedua konsesi tersebut sekitar 65 persennya masih berupa hutan alam yang terancam “digunduli” untuk kepentingan produksi wood pellet. FWI mendefinisikan hutan alam tersisa di dalam kedua konsesi tersebut ke dalam skema deforestasi terencana dari KLHK.
Berdasarkan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK KLHK), ekspor wood pellet dari Provinsi Gorontalo sebesar 56.713 ton dengan nilai 7,71 juta USD. Ekspor dilakukan sebanyak 5 kali sepanjang Oktober 2023 sampai 13 Juni 2024. Tujuan ekspor wood pellet ke Jepang dan Korea Selatan melalui perusahaan Hanwa.Co. Gorontalo adalah provinsi penguasa mayoritas dari seluruh permintaan ekspor wood pellet Indonesia. Total nilai ekspor wood pellet Indonesia, yakni 8.190.132 USD dengan bobot 60.250 ton. Dengan melihat pangsa pasar wood pellet saat ini hanya ke Jepang dan Korea Selatan, maka Gorontalo setidaknya telah memenuhi 94 persen dari total aktivitas ekspor wood pellet Indonesia ke kedua negara tersebut. Sedangkan perusahaan yang tercatat KLHK sebagai satu-satunya eksportir wood pellet di Provinsi Gorontalo adalah PT. Biomassa Jaya Abadi (BJA).
Kutipan
Anggi Prayoga (Juru Kampanye FWI) mengatakan, Gorontalo berada dalam cengkraman Proyek Bioenergi Nasional salah satu yang terluas di Indonesia dengan luas 282 ribu Ha oleh 10 izin. Deforestasi terencana yang terjadi di Gorontalo akibat pembangunan proyek bioenergi tidak bisa dibenarkan. Pemanfaatan kayu dari hutan alam tidak akan pernah bisa menjawab apa-apa berkaitan dengan agenda transisi energi sebagai upaya pengurangan emisi.
Renal Husa dari Walhi Gorontalo menegaskan penolakan terhadap semua industri ekstraktif, termasuk Proyek Bioenergi Nasional seluas 282 ribu Ha di Gorontalo, karena mengancam ruang kelola rakyat dan berpotensi menimbulkan bencana ekologis baru. Hutan Gorontalo harus dikelola oleh rakyat, bukan korporasi, mengingat sejarah panjang konflik dengan masyarakat, seperti yang terjadi pada empat perusahaan, termasuk sawit di Pohuwato dan PT GNJ serta PT GCL di Gorontalo Utara, yang terlibat dalam insiden penyerangan dan penangkapan warga.
Dr. Terry Repi, M.Si dari Institute for Human and Ecological Studies (Inhides) yang juga Akademisi Universitas Muhammadiyah Gorontalo menyoroti bahwa bioenergi menjadi ancaman serius bagi biodiversitas. Aktivitas bioenergi dapat mengakselerasi hilangnya habitat terutama bagi spesies spesialis dan spesies dengan jelajah yang luas, berisiko menyebabkan kepunahan. Konversi hutan dapat mengubah struktur dan komposisi ekosistem hutan serta mendorong munculnya spesies invasif yang mengganggu keseimbangan ekosistem. Selain itu, dibutuhkan waktu yang sangat lama, antara 44 hingga 104 tahun, bagi hutan untuk menyerap kembali kelebihan CO2 setelah penebangan (Sterman et al 2018). Artinya, asumsi bahwa bioenergi kayu bersifat netral karbon adalah terlalu optimistis dan dapat menunda upaya mitigasi perubahan iklim yang lebih efektif.
Dr. Abubakar Siddik Katili, M.Sc Anggota Japesda yang juga dari Pusat Kajian Ekologi Pesisir berbasis Kearifan Lokal (PKEPKL) Universitas Negeri Gorontalo mengatakan rusaknya ekosistem akibat proyek bioenergi dapat menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan yang memicu terjadinya perubahan iklim global. Kerusakan ekosistem dan lingkungan adalah cerminan dari karakter serta perilaku yang abai terhadap keseimbangan sistem ekologis. Setiap tindakan memiliki dampak besar pada lingkungan dan makhluk hidup lainnya, kita melihat bagaimana kesadaran lingkungan seharusnya menjadi bagian integral dari pembentukan karakter kita.
Narahubung: Hasna FWI (+62 857-2034-6154)