Pertambangan di pulau-pulau kecil termasuk aktivitas yang dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, sebagaimana ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K). Berdasarkan UU PWP3K, pulau kecil adalah pulau dengan luas wilayah kurang dari 2.000 km².
Pada pasal 35 huruf k menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan mineral dilarang dilakukan di pulau pulau kecil.
Policy Brief ini membahas mengenai studi kasus pertambangan nikel yang dilakukan PT. Gema Kreasi Perdana (GKP) di pulau kecil Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. PT. GKP merupakan anak perusahaan Harita Group yang sejatinya sudah kehilangan legalitas operasional pasca berbagai keputusan di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA). PT GKP dinyatakan kalah atas perlawanannya terhadap masyarakat Wawonii, meski sebelumnya sudah melakukan banding dan kasasi.
Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2022 Menyatakan bahwa kegiatan pertambangan yang diatur dalam Perda Konawe Kepulauan Nomor 2 tahun 2021 batal dan bertentangan dengan hukum. Keputusan berimplikasi melarang seluruh kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii.
Selain itu, putusan PTUN Kendari pada bulan Februari 2023 yang memenangkan gugatan warga melalui Putusan Nomor 67/G/LH/2022/PTUN.KDI dengan membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT GKP. Serta terhadap putusan PTUN Jakarta Nomor: 167/G/TF/2023/PTUN.JKT yang menyatakan batal terhadap Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP dan memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) untuk mencabut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.576/Menhut-II/2014 tentang IPPKH Kegiatan Operasi Produksi Bijih Nikel dan Sarana Penunjangnya pada Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi di
Pulau Wawonii.
Aktivitas tambang juga dinyatakan ilegal berdasarkan putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023 setelah Mahkamah Konstitusi menolak permohonan PT GKP terhadap penafsiran dua pasal, yaitu Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU PWP3K agar pulau kecil bisa ditambang.
Putusan MA Kalahkan PT GKP
Putusan MA kembali mengalahkan PT GKP untuk membatalkan dan mencabut IPPKH milik PT GKP berdasarkan kasasi Nomor: 403 K/TUN/TF/2024. Putusan ini semakin menguatkan bahwa aktivitas pertambangan di pulau kecil dengan studi kasus di Pulau Wawonii yang dilakukan oleh PT GKP dinyatakan ilegal dan termasuk
perbuatan melawan hukum. Meskipun demikian, PT GKP tidak mematuhi keputusan hukum tersebut.
Berdasarkan temuan dan kasus PT GKP tersebut di atas, Forest Watch Indonesia (FWI) dan Forum Akademisi Timur Melawan Tambang di Pulau-Pulau Kecil menginisiasi penyusunan Policy Brief, dengan tujuan memberikan runutan analisis secara komprehensif berbasiskan data yang akurat. Policy Brief ini memberikan kejelasan kedudukan hukum dan dampak pertambangan di pulau kecil di Indonesia secara umum dan secara khusus di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Potret Pertambangan di Pulau-pulau kecil Indonesia
Hasil analisis data spasial yang dilakukan FWI dengan visualisasi citra yang dipadupadankan dengan peta administrasi Badan Informasi Geospasial (BIG) menunjukkan jumlah pulau-pulau kecil di Indonesia mencapai 19.106 pulau, dengan luas mencapai 7 juta ha. Setidaknya FWI mencatat terdapat 242 pulau kecil dalam konsesi tambang dengan luas mencapai 245 ribu ha yang dimiliki oleh 149 izin usaha pertambangan.
Ancaman Tambang di Pulau Kecil
Beberapa pulau-pulau kecil di Indonesia yang terancam oleh pertambangan antara lain adalah Pulau Sangihe (Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara), Pulau Bunyu (Bulungan, Kalimantan Utara), Pulau Wawonii (Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara), Pulau Pakal (Halmahera Selatan, Maluku Utara), Pulau Doi (Halmahera Utara, Maluku Utara), Pulau Gag (Raja Ampat, Papua Barat Daya).
Izin tambang di pulau-pulau kecil di Indonesia mengincar berbagai macam komoditas pertambangan. Komoditas-komoditas tersebut antara lain, yakni jenis batuan (andesit, granit, garnet, kali, kapur), batubara, nikel, timah, bijih besi, pasir, tembaga, bauksit, tanah urug, dan emas. Aktivitas pertambangan di pulau kecil setidaknya telah menyumbang nilai deforestasi sebanyak 318,5 ribu ha atau setara 3% dari nilai laju rata-rata deforestasi nasional. Sektor tambang menjadi penyumbang terbesar dalam deforestasi di pulau-pulau kecil, yaitu seluas 271.642,78 ha (FWI,2023).
Hutan yang hilang akibat aktivitas pertambangan termasuk untuk pembangunan jalan, eksplorasi, dan tahap produksi.
Hilangnya Fungsi Hutan
Fungsi hutan yang hilang akibat aktivitas pertambangan tidak bisa dikembalikan seperti fungsi konservasi air dan tanah, penyedia iklim mikro, hilangnya habitat keanekaragaman hayati, serta ruang hidup masyarakat adat-masyarakat lokal.
Pasca kemenangan gugatan dan banding warga Pulau Wawonii terhadap perizinan (IuP-OP dan IPPKH) PT GKP dalam berbagai tingkatan putusan mulai dari PTUN, MA, dan MK semakin menguatkan bahwa aktivitas pertambangan di pulau kecil Pulau Wawonii dinyatakan ilegal. Terdapat 2 pasal dalam UU PWP3K, yaitu Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k yang dengan tegas menyatakan bahwa pertambangan dilarang beraktivitas di atas pulau kecil. Hal ini berimplikasi terhadap keberadaan status izin tambang di seluruh Indonesia yang juga dapat ditafsirkan dalam status melanggar hukum.