Lebih dari 190 negara berpartisipasi dalam Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity (COP CBD 16) pada 21 Oktober-1 November 2024 di Cali, Kolombia. Kegiatan ini akan mempertemukan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi pemerhati, masyarakat adat, bisnis, kelompok orang muda, masyarakat sipil, dan akademisi.
Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia Mufti Barri menegaskan bahwa konferensi tersebut sangat relevan dengan Indonesia yang biodiversitasnya sangat tinggi. Menurut Mufti, Biodiversitas tak hanya mencakup satwa dan tanaman, melainkan juga manusia, termasuk masyarakat adat yang juga menjadi bagian dari ekosistem itu sendiri.
“COP kali ini sangat penting untuk menunjukkan siapa sebenarnya penjaga keanekaragaman hayati atau biodiversitas di bumi ini. Juga untuk memastikan kehidupan yang selaras dengan alam. Gangguan alam sekecil apa pun akan berdampak signifikan terhadap kehidupan manusia, karena manusia sejatinya menjadi bagian dari ekosistem tersebut,” jelas Mufti. Mufti mencontohkan wabah COVID-19 yang pernah melanda seluruh dunia, terjadi karena adanya gangguan ekosistem dan rantai makanan. Hal ini kemudian menimbulkan penyebaran virus baru dan berdampak sangat besar terhadap kehidupan manusia.
Pentingnya peran pemuda
Berkaitan dengan peran orang muda, Life of Pachamama-organisasi bentukan sekelompok orang muda di Kolombia, yang menjadi penyelenggara COP16 CBD-mengadakan sebuah program solidaritas di COP16 CBD.
Life of Pachamama menilai kegiatan ini merupakan platform yang dinamis untuk mengintegrasikan pengalaman dan memobilisasi pemimpin muda dalam isu biodiversitas yang kritis. Mereka menekankan pentingnya partisipasi pemuda dari kawasan negara berkembang atau global south dalam dialog tentang keadilan iklim dari wilayah dan komunitas mereka, sekaligus mendorong kerja sama dan solidaritas.
Pemuda delegasi Indonesia
Co-leader COP16 Strategy Jose Fernando Palacio dan Associate Director Juan David Amaya dari Life of Pachamama menjelaskan, para delegasi muda Indonesia dipilih berdasarkan sejumlah pertimbangan. Misalnya, representasi yang adil diupayakan dari seluruh wilayah Indonesia, dengan perhatian khusus pada daerah yang paling terdampak oleh perubahan iklim dan titik-titik keanekaragaman hayati yang teridentifikasi.
Di samping itu, delegasi harus menunjukkan keterlibatan aktif dalam kelompok-kelompok keadilan iklim di tingkat lokal, nasional, atau internasional. Jose dan Juan menekankan, setiap delegasi memiliki peran penting di COP16.
Adapun delegasi Indonesia yang berpartisipasi dalam COP CBD Kolombia di antaranya, F. Deliana Winki, pendiri dan pengajar Sekolah Adat Arus Kualan; Andi Reza Zulkarnain, Co-chair Young People Action Team (YPAT) UNICEF East Asia and Pacific (EAPRO); Novita Ayu Matoneng Oilsana, pendiri Komunitas BALENTA; Salma Zakiyah, Program Officer MADANI Berkelanjutan; Raja Mulkan Azhari, Campaigner Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA); dan Naomi Waisimon, social entrepreneur.
Dialog dengan pemangku kepentingan
Selain berpartisipasi dalam sejumlah panel utama, para pemuda delegasi Indonesia juga memiliki ruang untuk berinteraksi langsung dengan para pengambil keputusan global. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa suara masyarakat dan wilayah yang paling terdampak dipertimbangkan dalam diskusi keanekaragaman hayati.
“Kami berharap para delegasi muda ini melihat diri mereka tidak hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai aktor transformatif. Semoga pengalaman ini akan memperkuat kapasitas mereka untuk memengaruhi kebijakan di masa depan,” ujar Jose. Menurutnya, para pemuda tersebut akan kembali ke komunitas atau daerahnya masing-masing dengan alat dan pengetahuan yang memungkinkan mereka untuk terus memperjuangkan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Sumber tulisan berasal dari goodnewsfromindonesia.id