Informasi Perkembangan Proses Penguatan ISPO Harus Terbuka
Jum’at, 29 Desember 2017,
Menjelang tutup tahun 2017, sederet catatan panjang mengenai masalah perampasan lahan, pelanggaran HAM, korupsi, hingga kasus kriminalisasi petani tak ada habisnya terjadi di lingkar perkebunan sawit. Nawa Cita Jokowi-JK menjadi duka cita yang tak berkesudahan.
Sejak tahun 1970an kelapa sawit dipilih oleh pemerintah Indonesia sebagai model pembangunan ekonomi cepat yang dijadikan andalan untuk pendapatan nasional dan devisa negara. Seakan tak ada rem, luasan konsesi terus bertambah dengan kecepatan 200 hektar pertahun. Tercatat dari 133 ribu hektar yang memproduksi 216 ribu ton pada tahun 1970an, sekarang konsesi perkebunan kelapa sawit menguasai 12.3 juta dan angka produksinya mencapai 35.3 juta ton pertahun 2017 dalam.
Indonesia kehilangan hutan seluas 684.000 hektar tiap tahunnya, akibat pembalakan liar, kebakaran hutan, perambahan hutan, dan alih fungsi hutan yang salah satunya untuk perkebunan sawit. Berdasarkan data Global Forest Resources Assessment (FRA), Indonesia menempati peringkat kedua dunia tertinggi kehilangan hutan setelah Brasil yang berada di urutan pertama. Padahal, Indonesia disebut sebagai megadiverse country karena memiliki hutan terluas dengan keanekaragaman hayatinya terkaya di dunia.
Kami kelompok masyarakat sipil menyatakan sikap bersama terkait industri kelapa sawit melalui sebuah kertas posisi yang dikeluarkan pada 21 Maret 2017 sebagai bentuk partisipasi aktif dan transparan dalam proses ‘penguatan’ yaitu pembenahan mendasar terhadap sistem sertifikasi industri kelapa sawit berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang saat ini sedang diupayakan oleh Pemerintah.
Kertas posisi tersebut disusun untuk mendukung agenda Indonesia dalam (i) menjawab tantangan mitigasi perubahan iklim dan perbaikan tata kelola sumber daya alam melalui kerangka kebijakan dan implementasinya, (ii) meningkatkan keberterimaan pasar dari kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis, serta (iii) menjamin perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM.
Bahwa transformasi kelapa sawit bekelanjutan Indonesia harus berlandaskan visi bersama untuk: Menghentikan laju deforestasi pada tutupan hutan yang tersisa dan degradasi terhadap fungsi lingkungan serta keanekaragaman hayati di dalamnya; Menghentikan alih fungsi dan meningkatkan perlindungan hutan serta perlindungan total ekosistem lahan gambut; dan Memberikan jaminan hukum atas terjaganya hak masyarakat terdampak, termasuk namun tidak terbatas pada masyarakat hukum adat, masyarakat lokal, pekebun rakyat dan pekerja, secara nyata dan konsisten.
Buruknya kredibilitas dan akuntabilitas dalam implementasi sertifikasi ISPO saat ini, ditambah dengan lemahnya penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran telah merugikan lingkungan dan menimbulkan konflik antara masyarakat dan perkebunan kelapa sawit, yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya keberterimaan pasar atas ISPO.
Proses penguatan ISPO dilakukan sejak pertengahan 2016. Pemerintah juga menyelenggarakan beberapa pertemuan di Jakarta dan Bogor serta Konsultasi Publik di Region Sumatera, Region Kalimantan, Region Sulawesi dan Region Papua. Namun dalam perjalanannya, kami melihat bahwa proses penguatan ISPO tersebut menjadi lebih tertutup dan sulit diikuti oleh masyarakat luas. Kondisi ini sangat mengganggu semangat inklusifitas dan transparansi yang dibangun sejak awal upaya penguatan ISPO dimulai. Dalam waktu yang bersamaan, dinamika industri kelapa sawit di lapangan terus bergerak. Sehingga, sesungguhnya proses yang terbuka dan partisipatif dalam penguatan ISPO termasuk penyusunan rancangan peraturan pelaksana untuk mendukung penguatan ISPO menjadi sangat dibutuhkan.
Apabila proses yang terjadi saat ini terus berlanjut hingga rancangan peraturan pelaksana penguatan ISPO disahkan menjadi kebijakan resmi, kami kuatir tujuan utama dari proses penguatan untuk memperbaiki tata kelola dan memperkuat posisi tawar Indonesia sulit untuk dicapai. Berdasarkan amanat UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui oleh publik terkait perkembangan proses penguatan ISPO, di antaranya adalah:
- Perkembangan draft terakhir dari peraturan pelaksana (Peraturan Presiden) penguatan ISPO;
- Perkembangan draft terakhir sistem sertifikasi, prinsip, kriteria, dan indikator dari lampiran Peraturan Presiden penguatan ISPO;
- Perkembangan masukan dari beberapa regional yang diperoleh dari proses konsultasi publik regional; dan
- Pelaksanaan dan hasil dari konsultasi publik nasional yang telah direncanakan dan/atau dilakukan.
Untuk itu kami menyatakan sikap sebagai masukan secara terbuka kepada Pemerintah, dan publik untuk aktif melakukan pemantauan.
===
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) – Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI)- Forest Watch Indonesia (FWI) – Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) – Kaoem Telapak – Yayasan Sumberdaya Dunia Indonesia – Greenpeace Indonesia – Yayasan Madani Berkelanjutan – Institute for Ecosoc Rights – GAIA – Tropical Forest Foundation (TFF) -Padi Indonesia, Kalimantan Timur – Jasoil, Papua Barat – Uno Itam, Aceh – Lembaga Tiga Beradik (LTB) Jambi – Evergreen, Sulawesi Tengah – Yayasan Pusaka – Sayogyo Institute – Indonesia Center for Environmental Law – Kemitraan – GeRak Aceh – Stabil Kalimantan Timur – MATA Aceh – Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan – PPLH Mangkubumi – JAPESDA Gorontalo – GRID Kalimantan Barat – LPMA Borneo, Kalimantan Selatan – Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh (PeNA), Aceh – Jikalahari, Riau, Komnasdesa-Sultra.
Narahubung :
Herryadi, herryadi@lei.or.id , 0813 870 599 20,
Sarah Agustiorini, sarah.agustiorini@kaoemtelapak.org , 0812 555 672 64,
Teguh Surya, teguh.surya@madaniberkelanjutan.id , 0819 1519 1979