Kehadiran PT IWIP Dinilai Beri Dampak Negatif Terhadap Lingkungan

PT IWIP
PT Indonesia Weda Bay Industrial Park

Kehadiran PT IWIP, perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah dinilai memberikan dampak negatif yang signifikan, terutama dampak lingkungan di desa-desa lingkar tambang. Hal itu disampaikan Ketua Pemuda Lukulamo, Nahem Pata Pata, di acara dialog bertajuk “Dilema Krisis Ekologi dan Masa Depan Weda Tengah”, bertempat di Auditorium IAIN Ternate, Senin (7/10). Dialog ini diinisiasi oleh Komite Aksi Maluku Utara yang menghimpun organisasi Samurai Maluku Utara, Sekolah Critis Maluku Utara, LMND Kota Ternate, DEMA IAIN Ternate, dan Pemuda Lukulamo.

Nahem merespon baik kegiatan dialog ini. Ia berharap adanya dukungan dari semua pihak agar bisa sama-sama mengatasi kerusakan lingkungan akibat hadirnya pertambangan. “Ketika PT IWIP turun ke wilayah Weda Tengah, kami menerima secara baik. Tapi beriring waktu, kami merasa kehadiran PT IWIP justru memberikan dampak yang sangat negatif, dalam artian PT IWIP tidak menangani lingkungan secara baik dan hanya mendiamkan dampak kerusakan lingkungan yang terjadi di sana,” ujar Nahem. “Maka dari itu, kami butuh dukungan dari setiap elemen masyarakat untuk melihat ketidakadilan serta membantu menyelesaikan persoalan kerusakan lingkungan yang terjadi,” sambungnya.

Dialog ini diinisiasi oleh Komite Aksi Maluku Utara yang menghimpun organisasi Samurai Maluku Utara, Sekolah Critis Maluku Utara, LMND Kota Ternate, DEMA IAIN Ternate, dan Pemuda Lukulamo.

Menurutnya, wilayah Desa Lukulamo, Woekob, Woejerana, dan Kulo Jaya, secara topografi berada di dataran rendah. Sejak tempo dulu ketika curah hujan deras, wilayah empat desa ini dilanda banjir. Namun banjir yang terjadi pada 21-24 Juli 2024 merupakan pembeda dari banjir-banjir sebelumnya. Kemudian, terjadi lagi pada 11-13 Agustus 2024.

Selain itu, di wilayah ini terdapat beberapa aliran air sungai, di antaranya ake jira, komao, mein, sakaulen, soh, mermer, sloi, dudisa, gamas, dan kulo. Sepuluh sungai ini mengalir ke Sungai Kobe yang bermuara ke Lukulamo. “Dugaan kami, di balik banjir tanggal 21-24 Juli dan 11-13 Agustus adalah bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas perusahaan pertambangan,” ujar Nahem.

Ia mengatakan, berdasarkan catatatan Forest Watch Indonesia, PT Weda Bay Nikel (WBN) memiliki luas konsesi lahan 45 ribu hektare, dan PT Indonesia Weda Bay Nikel Industrial Park (PT IWIP) diduga telah mengeksploitasi hutan secara membabi buta, sehingga menyebabkan terjadinya banjir deras dan debit air hingga mencapai 2 meter di dalam pemukiman warga. “Padahal dalam setiap peraturan perundang-undangan, memuat ketentuan terkait dengan kelestarian lingkungan hidup. Misalnya, perusahaan pertambangan sebelum melakukan eksplorasi, wajib memiliki Amdal. Hal ini sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelasnya.

Sementara itu, Juru Kampanye Hutan Forest Watch Indonesia, Agung Ady, menuturkan deforestasi yang terjadi di sekitar Sungai Kobe sebanyak 4.291 hektare. Karena itu, melalui dialog ini pihaknya berharap dapat solidaritas untuk memperjuangkan keadilan lingkungan hidup. “Caranya melakukan investigasi independen dan menggugat secara hukum pada pemerintah dan pihak perusahaan yang merupakan dalang terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Kecamatan Weda Tengah. Dengan begitu, masa depan warga yang berbasiskan keadilan lingkungan, ekonomi, politik, dan kebudayaan bisa tercapai,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua DEMA IAIN Ternate, M Badwi Pina, mengaku dialog ini dilatarbelakangi oleh kondisi kerusakan lingkungan di Halmahera Tengah, khususnya yang terjadi di Desa Lukulamo, Kecamatan Weda Tengah. “Dialog ini merupakan kelanjutan dari aksi demontrasi yang dilakukan di Lukulamo beberapa minggu lalu, tapi hasilnya hanya mendapat tindakan represif dari kepolisian. Selain itu, kami hanya mendapat janji-janji dari Pemkab Halmahera Tengah dan pihak PT IWIP. Sehingga kami bersama pemuda Lukulamo berinisiatif menggalang kekuatan di Ternate sebagai sentral perjuangan mahasiswa di Maluku Utara,” jelas Badwi.

Badwi mengatakan, keterlibatan pemuda Lukulamo sebagai masyarakat lingkar tambang perlu dihadirkan untuk melihat dan mendengar langsung keresahan yang mereka rasakan akibat hadirnya pertambangan. “Selama ini kita jarang sekali menghadirkan masyarakat yang merasakan langsung dampak daripada kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh deforestasi tambang. Untuk itu, kami hadirkan masyarakat Lukulamo yang diwakili pemuda agar bisa berbicara langsung terkait apa yang mereka alami,” pungkas Badwi.

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top