Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2000-2009

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan).

Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat berlipat ganda, baik manfaat yang secara langsung maupun manfaat secara tidak langsung. Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu, getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia atau menjadi bahan baku berbagai industry yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia. Manfaat hutan yang tidak langsung meliputi: (a) Gudang keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia meliputi flora dan fauna, (b) Bank lingkungan regional dan global yang tidak ternilai, baik sebagai pengatur iklim, penyerap CO2 serta penghasil oksigen, (c) Fungsi hidrologi yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia di sekitar hutan dan plasma nutfah yang dikandungnya, (d) Sumber bahan obat-obatan, (e) Ekoturisme, (f) Bank genetik yang hampir-hampir tidak terbatas, dan lain-lain (Jayapercunda, 2002).

Hutan Indonesia merupakan hutan tropis yang terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Dengan luas 1.860.359,67 km2 daratan, 5,8 juta km2 wilayah perairan dan 81.000 km garis pantai, Indonesia ditempatkan pada urutan kedua setelah Brazil dalam hal Tingkat keanekaragaman hayati (Ministry of Environment, 2009). Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi Indonesia meliputi: 10 persen spesies tanaman berbunga, 12 persen spesies mamalia, 16 persen spesies reptil dan amfibi, 17 persen spesies burung, serta 25 persen spesies ikan yang terdapat di dunia.

Sejak akhir 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan alam sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional, dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam memanfaatkan hasil hutan dari hutan alam. Dalam pelaksanaannya, HPH telah mendahului sebagai penyebab degradasi hutan alam. Degradasi ini semakin besar ketika pada tahun 1990 pemerintah mengundang investor swasta untuk melakukan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan iming-iming sejumlah insentif. Ditambah lagi tingginya laju penanaman kelapa sawit yang dilakukan oleh perkebunan dengan mengkonversi hutan (Kartodihardjo, 2000).

Sektor kehutanan mengalami pertumbuhan yang hebat dan menggerakkan ekspor bagi perekonomian pada 1980-an dan 1990-an. Ekspansi besar-besaran di sektor produksi kayu lapis dan pulp-dan-kertas menyebabkan permintaan terhadap bahan baku kayu jauh melebihi kemampuan pasokan legal. Dampaknya, ekspansi industri diimbangi dengan mengorbankan hutan melalui praktik kegiatan kehutanan yang tidak lestari sama sekali. Pada tahun 2000, sekitar 65 persen dari pasokan total industry pengolahan kayu berasal dari kayu yang dibalak secara ilegal. HTI yang dipromosikan secara besarbesaran dan disubsidi agar mencukupi pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat malah mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Jutaan hektare (ha) hutan alam ditebang habis untuk dijadikan areal HTI. Sayangnya dari seluruh lahan yang telah dibuka, 75 persen tidak pernah ditanami. Sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi serta kurangnya penegakan hukum memperparah deforestasi di Indonesia (FWI/GFW, 2001).

Sebagaimana telah disebutkan bahwa hutan bermanfaat sebagai penyerap karbon dioksida (CO2) serta penghasil oksigen (O2). Ketika hutan ditebang, biomassa yang tersimpan di dalam pohon akan terurai dan melepaskan gas karbon dioksida (CO2) sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Atmosfer yang pekat dengan karbon dioksida mampu memerangkap panas yang dipancarkan permukaan bumi. Dengan jumlah kontribusinya yang melebihi 55 persen terhadap pemanasan global, emisi CO2 akibat pengaruh aktivitas manusia mendapat perhatian yang besar. Menurut laporan Wetlands International dan Delft Hydraulies (Hooijer, A. et.al, 2006), Indonesia merupakan negara penyumbang emisi terbesar ke-3 di dunia -yang berasal dari penebangan hutan secara berlebihan- setelah Cina dan Amerika Serikat, yang berasal dari penebangan hutan yang berlebihan. Laju deforestasi mencapai 2 juta ha per tahun, khususnya yang berada di hutan lahan gambut (FAO, 2005).

Peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang mengkhawatirkan sehingga emisi GRK harus dikendalikan. Untuk itu diperlukan upayaupaya untuk membantu manusia dalam mengelola dampak perubahan iklim dan melindungi sumber penghasilan dan mata pencaharian mereka (strategi adaptasi) serta mengatasi sumber atau penyebab (mitigasi) perubahan iklim. Salah satu inisiatif global yang berkembang saat ini adalah mekanisme Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Pengrusakan Hutan/Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang selanjutnya berkembang menjadi REDD-Plus2. Secara sederhana, REDD merupakan inisiatif global yang bertujuan untuk menurunkan emisi karbon yang berasal dari deforestasi dan kerusakan hutan dengan memberikan kompensasi secara finansial kepada negara-negara yang mampu melakukan upaya tersebut.

Selengkapnya dapat diunduh pada tautan dibawah ini:
Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2000-2009
Published: Juli 23, 2011
Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top