Potensi dan Tantangan PLTBm Berbasis Limbah Sawit di Aceh Tamiang

Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) berbasis limbah kelapa sawit yang berada di Tanjung Seumantoh, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, pada awal Agustus 2024 masih dalam proses pembangunan.  Pagi itu, Serambinews.com berkunjung ke lokasi itu. Lebih kurang sekitar 100 meter dari Pos Satpam Pintu Gerbang pabrik, terlihat para pekerja sedang membangun bagian dari pondasi dan pengecoran tiang bangunan yang digadang-gadang akan menjadi bagian dari PLTBm. Peletakan batu pertamanya disebut telah dilakukan pada 25 Juli 2023.

PLTBm ini dibangun di atas lahan PT Primanusa Energi Lestari, yang akan memanfaatkan tandan kosong (tankos) kelapa sawit dari masyarakat sebagai bahan bakar penggerak turbin untuk menghasilkan listrik yang akan dipasok ke PT PLN (Persero) Aceh. 

Nilai investasi proyek ini disebut-sebut mencapai Rp 300 miliar, bekerjasama dengan Pemerintah Jepang melalui skema tender pengurangan emisi Japan Credit Mechanism (JCM). Adapun untuk proyek energi terbarukannya dikerjakan oleh China Energy Engineering Construction. Pihak perusahaan menargetkan perusahaan tersebut dapat selesai pembangunan dalam dua tahun.

PLTBm ini ditargetkan bisa menghasilkan 12 Megawatt listrik.  Meski sebenarnya kondisi listrik Aceh saat ini telah surplus sebesar 255 MW dengan daya mampu sebesar 822 MW serta beban puncaknya 567 MW. Saat ini, PLN telah melayani lebih dari 1,6 juta pelanggan di Aceh dengan 86 persennya adalah pelanggan rumah tangga. 

Keberlanjutan Bahan Baku Limbah Sawit

Kehadiran PLTBm di Aceh Tamiang ini diharapkan menjadi bagian dari upaya Indonesia untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan, karena menggunakan limbah kelapa sawit sebagai bahan bakar, yang banyak dihasilkan dari perkebunan sawit di wilayah tersebut.  Meskipun inisiatif ini dianggap ramah lingkungan, ada kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dari emisi yang dihasilkan serta efek ekonomi pada masyarakat lokal. 

Dalam jurnal bertajuk “Mewujudkan Ekonomi Sirkular Untuk Kesejahteraan Masyarakat Aceh Tamiang Melalui Pelatihan Pemanfaatan Limbah Sawit,” yang ditulis lima akademisi IAIN Langsa menyebutkan, untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan kosong kelapa sawit sebanyak 21 – 23 persen atau 230 kg. 

Pada Tahun 2022, berdasarkan BPS Kabupaten Aceh Tamiang, produksi TBS Kelapa Sawit per tahunnya mencapai 49.665 ton dari luas areal 23.382 hektar milik warga. Artinya, dalam setahun tandan kosong Kelapa Sawit yang dihasilkan warga di Aceh Tamiang adalah sebanyak 11.422.000 kilogram atau per harinya 31.295 kilogram. Sebagian dari janjangan kosong ini pun sudah dimanfaatkan warga di kawasan itu, untuk pembuatan pupuk kompos, dan para pelaku jenis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Lalu bagaimana jika bahan baku itu kurang untuk pasokan PLTBm? Hal lain yang jadi pertanyaan adalah persoalan emisi yang akan dihasilkannya.

Ketua Program Studi Magister Energi Terbarukan Universitas Malikussaleh (Unimal), Dr Adi Setiawan MT kepada Serambinews.com menyebutkan sepengetahuannya belum ada Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa di Indonesia (PLTBm) yang tidak menghasilkan emisi. Karena saat pembakaran limbah tandan atau janjangan kosong (tankos) untuk mengalirkan panas ke dalam boiler atau ketel uap guna menghasilkan energi kalor yang kemudian dimanfaatkan untuk menggerakan turbin guna menghasilkan arus listrik.

Sebab pada tankos kelapa sawit tersebut mengandung potasium. Potasium tersebut bisa menyebabkan kerak yang menempel pada pipa, sehingga efisiensi boiler akan berkurang. Walhasil, bahan bakar menjadi boros dan akan menghasilkan polusi. Jika pembakarannya tidak sempurna, maka asap dari pembakaran tankos tersebut akan hitam.

Asap hitam inilah yang akan menimbulkan emisi dan berpotensi menjadi sumber polutan. Karena boiler digunakan terus menerus, sehingga kerak akan sulit untuk dibersihkan. “Sepengetahuan saya belum ada PLTBm yang menggunakan alat pembakar yang tidak menghasilkan emisi, hanya saja dalam jumlah kecil,” sebut Adi, yang sebelumnya pernah bekerja sebagai karyawan PT Ateliers Mecaniques D’Indonesie Tbk (AMIN) atau Atmindo, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perancangan, pembuatan, dan pemasangan boiler yang menghasilkan uap, panas, dan tenaga listrik.

Saat itu pihaknya pernah mengembangkan alat pembakaran berbasis tankos kelapa sawit yang tidak menghasilkan emisi. Namun karena biayanya mahal, sehingga ketika ditawarkan ke perusahaan PLTBm tidak bersedia menggunakannya. “Sehingga kadang sama saja dengan menggunakan batu bara, yang menghasilkan emisi juga,” katanya. Untuk mengoperasikan PLTBm berbahan baku tankos, maka jarak maksimal adalah 20 kilometer dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) agar biaya yang dikeluarkan lebih efisien. Biasanya PKS mampu mengolah Tandan Buah Segar (TBS) kelapa Sawit sebanyak 20 ton per jam dan beroperasi dalam setahun selama 5.800-6.000 jam.

Selain tankos, maka dalam kondisi terdesak, PLTBm bisa memanfaatkan cangkang kelapa sawit, untuk menjaga suplai. “Tempat saya bekerja dulu mampu menghasilkan listrik 1.5 Megawatt, yang bahan bakunya berasal dari satu pabrik dengan kapasitas 15 ton per jam,” katanya. 

Sementara itu, Manajer Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN UID Aceh, Lukman Hakim kepada Serambinews.com menyebutkan bahwa jumlah daya dari PLTBm Tanjung Seumantoh yang akan ditampung oleh PLN adalah sebesar 9.8 MW dengan harga beli sebesar Rp 975/kWH.

Dia pun mengkonfirmasi bahwa sudah ada kontrak dengan PT Prima Energi Lestari selaku pengelola PLTBm Aceh Tamiang.  “Sudah ada kontrak,” ujar Lukman.  Rencananya arus listrik ini akan diinterkoneksikan ke gardu induk yang ada di Tualang Cut di sisi 20 KV. “⁠PLTBm ini sebagai salah satu usaha penambahan bauran energi terbarukan yang secara nasional ditargetkan capaiannya di angka 23 % pada tahun 2025,” imbuhnya.

Bahan Baku Tankos yang Digunakan Masyarakat

Muhammad Ridwan, Kepala Mukim Simpang Empat, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, Kabupaten kepada Serambinews.com, menyebutkan jika selama ini sebagian warga yang memiliki usaha batu bata telah memanfaatkan tankos kelapa sawit sebagai bahan bakar ketika kayu bakar sulit didapatkan atau mahal.  Selain itu juga dimanfaatkan untuk berbudidaya jamur merang. “Usaha tersebut masih ada di Simpang Empat tersebut,” ujar Ridwan.  “Abu tankos pun masih dimanfaatkan sebagai bahan dolomit dan pupuk organik.”

Sebuah penelitian bertajuk “Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Batu Bata Dengan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bakar Di Desa Jentera Stabat Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat,” oleh dua staf pengajar prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, menyimpulkan jika penggunaan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan bakar dalam usaha pembuatan batu bata memiliki dampak positif baik bagi pengrajin maupun lingkungan. 

Sebab abu pembakaran Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) tersebut dapat dijual sehingga menambah pendapatan bagi pengrajin batu bata, mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah PKS dan penebangan hutan secara liar. Data yang diperoleh Serambinews.com dari dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) PLTBm milik PT PT Primanusa Energi Lestari tahun 2023, memperoleh rekomendasi pada 16 April 2023 dari Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Aceh Tamiang. 

Dalam dokumen tersebut juga disampaikan PlTBm tersebut daya rencana terpasang pada 9.8 MW dengan pola operasi pembangkit biomassa sawit. Luas areal yang digunakan 10 ribu meter persegi dengan status lahan yang digunakan hak guna banggunan dengan sumber air yang digunakan Sungai Tanjung, debit air air yang digunakan 30 meter3 per jam. 

Sedangkan untuk kebutuhan bakut biomassa sawit (Cangkang, tandan kosong dan ampas) dengan kebutuhan bakar mencapai 108.000 ton per tahun. Lalu Kapasitas penyimpanan bahan bakar 20 ribu ton M3. Pabrik itu menggunakan cerobong 27 meter dengan umur rencana usaha atau kegiatan PLTBs tahap pra-konstruksi sampai konstruksi selama dua tahun dan lama operasional 25 tahun. 

Kebutuhan per hari mencapai 108 ton atau 32.400 ton per tahun, kemudian untuk cangkang yang dibutuhkan perhari mencapai 45 ton dan per tahun 13.500 ton. Lalu tandan kosong yang dibutuhkan per harinya mencapai 207 ton atau sekitar 62.100 ton per tahun. 

Serambinews.com sudah berupaya berulangkali menghubungi Direksi PT Primanusa Energi Lestari Julianti Wijaya melalui WhatsApp berulang kali pada pertengahan Agustus 2024, tapi tidak mendapat respon. Lalu, Serambinews.com kembali menghubunginya dengan cara mengirim beberapa pertanyaan sebagai hak jawab pada 2 September 2024. Namun, tidak ada balasan.  Pada 3 September 2024, Serambinews.com menghubunginya kembali dan mengirim pertanyaan lagi ke WA Julianti Widjaja, tapi juga tidak balasan.

Belakangan ketika terhubung, Julianti menyarankan untuk menghubungi Karimun Usman yang juga Komisaris PT Primanusa Energi Lestari.  Jualianti juga mempertanyakan tujuan Serambi mengirim pertanyaan ke Whatsappnya, meskipun Serambi sudah memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dilakukan wawancara tersebut.  Jualianti juga menyebutkan akan membaca dulu pertanyaan yang dikirim Serambi ke WhatsAppnya, kemudian akan memberikan jawaban. “Oke-oke saya baca dulu ya,” ujar Julianti. Namun, sampai 5 September 2024 Serambinews,com menunggu jawaban dari Julianti, tidak ada balasan apapun. (*) 

 *Liputan ini hasil kolaborasi dengan Forest Watch Indonesia melalui program Transisi Energi Watch.

Sumber tulisan berasal dari Aceh.tribunnews.com

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top