Kebun Energi Datang, Hutan Pohuwato Terancam

  • PT Inti Global Laksana (IGL), perusahaan sawit yang bertransformasi menjadi kebun energi ini menyisakan berbagai persoalan. Dari konflik sosial dengan masyarakat, perusahaan ini dituding akan merusak hutan alam Pohuwato.
  • Pemanfaatan hutan alam untuk dijadikan bahan baku wood pellet oleh IGL mendorong terjadinya deforestasi. Berdasarkan analisis Nusantara Atlas, setidaknya sudah 36 hektar hutan alam yang hilang di wilayah konsesi IGL.
  • Padahal, aktivitas bioenergi dapat mempercepat hilangnya habitat atau tempat hidup yang alami bagi hewan, terutama bagi spesies spesialis dan spesies dengan jelajah yang luas. Hal ini beresiko menyebabkan kepunahan.
  • Apa yang dilakukan IGL ini tidak sesuai dengan tujuan transisi energi yang sebenarnya. Pasalnya, aktivitasnya justru menimbulkan emisi dan juga akan meningkatkan laju deforestasi kawasan hutan Gorontalo.

Ketika perusahaan hutan tanaman energi disebut, ingatan Miksel Rambi melayang ke masa 11 tahun silam. Masih segar di ingatannya, saat hasil panen jagung milik adiknya yang yang rusak akibat tidak memiliki tempat jemuran jagung karena perusahaan melarang mengambil kayu di sekitar wilayah konsesi perusahaan untuk dijadikan sebagai tempat jemuran darurat.

Dengan mata berkaca-kaca Miksel Rambi menceritakan, lahan kebun adiknya sekitar 2 hektar sudah lama dikelola, sebelum perusahaan PT Inti Global Laksana (IGL) masuk di Gorontalo pada tahun 2009. Setiap tahun adiknya membayar pajak bumi dan bangunan (PBB).

Sebelum perusahaan datang, keluarga Miksel Rambi telah lama mengelola tanah tersebut, bahkan mereka sudah mulai membersihkan lahan itu untuk ditanami jagung. Namun sebelum melakukan penanaman jagung perusahaan datang menyerobot lahan untuk pembukaan jalan perusahaan. Dengan perasaan sedih keluarga miksel tetap membiarkan pembukaan jalan perusahaan tersebut.

“Lahan sudah dibersihkan adik saya sebelum perusahaan masuk. Saat perusahaan membuka jalan, lahan adik saya terkena pembuatan jalan. Meskipun begitu adik saya tetap menanam jagung di sisa-sisa lahan yang terkena jalan itu,” ujarnya.

Beberapa bulan kemudian, saat panen tiba adiknya ingin mengambil kayu di perusahaan untuk pembuatan jemuran darurat jagung, sebagai orang yang bekerja menjaga alat-alat perusahaan kemudian Miksel Rambi berinisiatif minta izin ke perusahaan untuk mengambil kayu sebagai bahan baku pembuatan jemuran darurat tersebut. Sayangnya niat baik Miksel ditolak perusahaan, hingga jagung hasil panen adiknya rusak karena tidak mendapatkan tempat jemuran. “Ini kan cuma penjemuran sementara, tidak sampai sebulan, supaya jagung ini tidak rusak. Habis di pakai juga akan dibongkar karena hanya terbuat dari kayu. Tapi tetap tidak dikasih izin,” kata Miksel.

Merasa frustasi, adiknya yang bernama Refli Rambi kemudian menuju ke pos penjagaan dan protes kepada petugas. Aksi ini kemudian berujung pada terbakarnya salah satu pos milik perusahaan. Kejadian seperti ini tidak hanya dialami oleh Reflin Rambi, ada ratusan masyarakat yang menjadi korban janji-janji perusahaan. Salah satu tokoh masyarakat di desa Londoun menyatakan sejak perusahaan masuk pada tahun 2009 sudah banyak konflik yang terjadi ditengah masyarakat.

Mulai dari pelarangan pengambilan kayu bakar yang akan digunakan pada acara hari-hari besar keagamaan seperti hari raya paskah, natal dan tahun baru. Begitu juga dengan pengambilan rotan di wilayah konsesi mendapat larangan dari perusahaan. “Untuk mengambil kayu bakar buat acara paskah saja perusahaan larang, begitu juga untuk pengambilan rotan. Padahal ada beberapa masyarakat disini yang menggantungkan hidupnya pada pencarian rotan,” ujarnya. Selain terjadinya konflik sosial, masyarakat juga dijanjikan oleh perusahaan untuk difasilitasi pembuatan sertifikat tanah, diberi kayu satu kubik per keluarga, bibit jagung, dan janjikan plasma seluas 2 hektar perkepa keluarga. Namun sampai saat ini tidak ada yang terealisasi dari janji-janji tersebut.

Menanggapi hal itu, Direktur PT IGL Burhanuddin menegaskan tidak pernah menjanjikan pembuatan sertifikat tanah karena perusahaan tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikat tanah. “Pada saat momentum sosialisasi ada permintaan dari masyarakat soal sertifikat, maka kami perusahaan dalam hal ini membantu pengurusan sertifikat,” kata Burhanuddin. Kapasitas perusahaan hanya bisa membantu pengurusan sertifikat bersama pemerintah desa dan pemerintah kecamatan. Pengurusan ini sudah dilaksanakan dan sementara berproses.

Miksel Rambi, warga yang sempat berkonflik dengan perusahaan. (Foto: Arlan)
Ancaman Deforestasi Terencana

Transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan akan menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Pemanfaatan hutan alam untuk pemenuhan biomassa dari kayu akan terus mendorong terjadinya deforestasi baru dan terencana yang mengintai berbagai hutan alam di berbagai daerah Indonesia termasuk Gorontalo.

Berdasarkan analisis Nusantara Atlas sejak januari 2023 sampai dengan agustus 2024, setidaknya sudah 36 hektar hutan alam yang hilang atau terdeforestasi di wilayah konsesi PT IGL. Angka ini disinyalir akan bertambah besar melihat wilayah konsesi perusahaan IGL luasannya sekitar 11.860,10 hektar. Wilayah kerja perusahaan IGL ini sayangnya berdiri di atas hutan alam sehingga pembangun kebun energi atau hutan tanaman energi tidak akan lepas dari upaya land clearing dan deforestasi.

Manager kampanye, advokasi dan media Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga mengatakan, Implementasi pembangunan hutan tanaman energi dan kebun energi oleh perusahaan yang sejauh ini selalu dengan pembukaan hutan dengan cara land clearing. Bukang rehabilitasi di lahan kritis seperti yang digembar-gemborkan, oleh karena itu deforestasi hutan alam tidak bisa terelakan dalam pemenuhan biomassa kayu.

Dalam temuannya, FWI menyebutkan, perusahaan IGL memanfaatkan kayu hutan dengan cara land clearing atau meng-deforestasi di dalam konsesinya untuk dijadikan bahan baku wood pellet di perusahaan PT Biomassa Jaya Abadi (BJA). Perusahaan ini menurut FWI, berkomitmen untuk meng-deforestasi hutan alam agar dapat memenuhi kebutuhan produksi. Pemenuhan bahan baku biomassa kayu ini selalu diiringi pelepasan emisi yang justru menjauhkan dari target pengurangan emisi dari sektor hutan, penggunaan lahan dan energi.

“Biomassa wood pellet diklaim sebagai sumber energi terbarukan karena dianggap netral karbon. Padahal sesungguhnya tidak karena berasal dari deforestasi hutan alam”, tulis FWI dalam laporannya. Dengan demikian apa yang dilakukan IGL ini tidak sesuai dengan tujuan transisi energi yang sebenarnya. Bahkan tidak akan mencapai target pengurangan emisi dari sektor hutan dan penggunaan lahan, dan juga akan meningkatkan laju deforestasi kawasan hutan Gorontalo.

Deforestasi PT IGL yang terencana ini akan menambah cerita buruk hilangnya hutan indonesia khususnya di wilayah Gorontalo. Pasalnya menurut data Global Forest Watch, Gorontalo kehilangan 140 ribu hektar tutupan pohon sejak tahun 2001 hingga 2023. Angka ini setara dengan penurunan 14% tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 96.5 Mt emisi CO₂e.

Di Gorontalo, wilayah yang paling banyak kehilangan tutupan hutan adalah Pohuwato. Dimana Sejak tahun 2001 hingga 2023, Pohuwato kehilangan 41.8 ribu hektar tutupan pohon, setara dengan penurunan 10% tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 28.9 mega ton emisi CO₂e. Pada laporan terbaru tim ilmuwan Global Carbon Project yang tertera dalam jurnal Earth System Science menyebutkan, emisi karbon dioksida (CO2) global di tahun 2023 terus mengalami kenaikan, bahkan menduduki tingkat tertinggi dalam sejarah. Indonesia Pun menempati posisi kedua sebagai negara penghasil emisi terbesar di dunia.

Anggi mengatakan, pemanfaatan biomassa wood pellet sebagai sumber energi hanya akan menghasilkan utang emisi karena berasal dari kerusakan hutan alam. Dimana, hutan alam adalah salah satu ekosistem yang paling banyak menyimpan karbon dibanding hutan tanaman. Dalam 1 hektar hutan alam dapat menyimpan karbon sebanyak 245 ton karbon. Sedangkan hutan tanaman dapat menyimpan karbon hanya 107,86 ton karbon per hektar. Selain memperparah krisis iklim, rusaknya hutan akibat proyek perkebunan energi atau hutan tanaman energi juga dapat menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan serta berpotensi menimbulkan bencana ekologi baru.

Peneliti dari Institute for Human and Ecological Studies (Inhides) DR. Terry Repi, M.Si dalam materi yang disampaikan pada dialog ‘Save Gorontalo Dari Cengkraman Proyek Energi’ menjelaskan, bioenergi dapat menjadi ancaman serius bagi biodiversitas yang ada di Gorontalo. Aktivitas bioenergi dapat mempercepat hilangnya habitat atau tempat hidup yang alami bagi hewan, terutama bagi spesies spesialis dan spesies dengan jelajah yang luas. Hal ini beresiko menyebabkan kepunahan.

“Misalnya tarsius membutuhkan tegakan pohon yang besar atau rumpun-rumpun bambu yang dijadikan sarang. Ketika sarang itu hilang dia pun ikut hilang. Kemudian spesies dengan wilayah jelajah yang luas seperti rangkong yang kemudian membuat sarang di pohon-pohon besar Ketika digantikan dengan fastgro-fastgro ya tentu saja tidak bisa bersaran, dan hilang,” kata Terry.

Ia pun menyebutkan, wilayah barat Gorontalo adalah koridor satwa yang menghubungkan habitat di wilayah tengah, barat sampai timur Sulawesi. Jika koridor ini hilang akibat ancaman, misalnya monokultur sawit dan hutan tanaman energi, itu kemudian bisa memfragmentasi koridor tersebut. Kawasan bentang alam Popayato-Paguat merupakan kawasan non konservasi yang menjadi habitat dan koridor penting bagi spesies kunci. Spesies kunci yang memanfaatkan koridor bentangan alam ini diantaranya ada julang Sulawesi, babirusa dan anoa.

Wood Pellet Yang Diproduksi (Foto: Forest Watch Indonesia)

Jika bentangan alam ini rusak akibat aktivitas perusahaan bioenergi maka dapat berpotensi mempercepat hilangnya habitat bagi spesies yang dalam kawasan bentang alam tersebut, bahkan bisa berakibat pada kepunahan spesies-spesies kunci ini.

Sementara itu, Direktur PT IGL, Burhanudin, membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepada perusahaannya. Ia menegaskan, sebagai pelaku usaha, IGL telah mematuhi aturan yang ada, dengan seluruh perizinan yang lengkap. “Kami adalah investor jangka panjang yang berkomitmen pada keberlanjutan. Tidak mungkin kami mengabaikan aturan yang ada, terutama mengingat ini adalah bisnis internasional. Kepatuhan terhadap regulasi adalah prioritas utama kami,” kata Burhanudin.

Ia pun menjelaskan, areal perusahaan adalah hutan alam atau tanaman alam. Untuk melakukan pembangunan kebun energi dalam hal ini hutan tanaman energi maka diperlukan tindakan dan perlakuan land clearing. Hasil dari land clearing ini kemudian di manfaatkan sebagai bahan baku untuk produk wood pellet. Setelah proses land clearing, perusahaan langsung bergerak melakukan penanaman tanaman energi Gliricidia (Gamal). Tiap 1 hektar hutan yang dibabat akan ditanami dengan tanaman Gamal sebanyak 5 ribu pohon, jadi bisa dikatakan perusahaan tidak melakukan deforestasi.

“Setelah lahan dibuka, kita langsung melakukan penanaman gliricidia. inilah nanti yang menjadi masa depan kita. karena ini sebagai bahan baku utama kita,” kata Burhanuddin. Burhanuddin juga mengungkapkan, tanaman Gamal yang telah ditanam akan di panen 1 kali setiap 4 tahun. Cara panennya pun menggunakan teknik Trubusan atau terubusan. Tehnik terubusan adalah cara panen yang dikerjakan pada pohon gamal untuk menghasilkan pohon baru melalui pemeliharaan tunas yang muncul pada tunggak.

“Sekali tanam itu empat tahun baru panen, begitu dipanen kita sisakan pohon 50 centimeter, agar bisa tumbuh lagi dan bisa dipanen lagi. Jadi sekali tanam itu bisa 5 kali panen,” ujarnya. Setelah 5 kali panen, perusahaan kembali melakukan penanaman baru tanpa mencabut akar pohon sebelumnya. Hal ini dilakukan agar kesuburan tanah tetap terjaga. Menurut Burhanuddin, langkah mereka dalam perkebunan energi ini seharusnya diapresiasi pemerintah karena telah menjadi penghasil devisa ekspor terbesar di Gorontalo.

Hutan Alam di Bentang Alam Popayato (Foto: FWI)
Dari Sawit Menjadi Bioenergi

PT IGL adalah perusahaan perkebunan sawit yang ada di pohuwato kemudian bertransformasi menjadi perusahaan hutan tanaman energi yang akan memproduksi kayu menjadi wood pellet.

Berdasarkan riset Walhi, PT IGL menjalankan operasinya berlandaskan izin lokasi yang diberikan oleh bupati pohuwato melalui surat keputusan Nomor 170/ 01/VI/2010 untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit seluas 12.000 hektar. Area izin PT IGL ini berada di kecamatan Lemito dan Kecamatan Wanggarasi Kabupaten Pohuwato, yang lokasinya berada pada hutan produksi konversi (HPK).

Pada tahun 2011, kemudian PT IGL mendapatkan izin penanaman sawit dari KLHK melalui SK 566/MENHUT-II/2011. Izin pinjam pakai kawasan hutan milik PT IGL ini pada 6 januari 2022 dicabut oleh Presiden Jokowi karena perusahaan dinilai tidak aktif, tidak membuat rencana kerja dan ditelantarkan. Namun diam-diam PT IGL telah mengajukan izin perhutanan sosial di wilayah konsesi yang sama kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK pun menyetujui izin perhutanan sosial tersebut melalui SK.3102/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/5/2020 pada tanggal 13 mei dengan status Hutan Hak seluas 11.860 hektar.

Menurut Walhi, Kebijakan dari KLHK itulah yang membuat proses pencabutan izin yang dilakukan Presiden tidak merubah apapun sehingga perusahaan tetap beraktivitas seperti biasa, melakukan penanaman pohon Gamal dan Kaliandra. “SK pencabutan izin pelepasan Kawasan hutan yang dibebankan pada konsesi-konsesi sawit di Pohuwato tidak berlaku di lapangan dan hanya bersifat pemberitahuan,” tulis Walhi dalam laporannya.

Artinya, dengan disetujuinya skema hutan hak oleh KLHK pada 13 Mei 2020, komoditas perusahaan pun ikut berubah yang awalnya perkebunan sawit menjadi tanaman gamal dan kaliandra. Perubahan komoditas ini berdasarkan surat rekomendasi perubahan jenis tanaman pada izin perkebunan pada tanggal 4 februari 2020 dengan No: 207/PI.400/E/2020.

Dengan begitu PT IGL menjadi salah satu perusahaan di Kabupaten Pohuwato yang akan menyediakan bahan baku untuk diproduksi menjadi wood pellet. Wood pellet merupakan bagian dari upaya transisi energi di Indonesia, yang memanfaatkan biomassa sebagai sumber energi alternatif. Inisiatif ini masuk dalam kebijakan forest and land use (FOLU) Net Sink 2030, yang merupakan salah satu langkah penting Indonesia dalam memenuhi komitmen global untuk mengatasi krisis iklim.

Melalui kebijakan FOLU Net Sink 2030 itu, Pemerintah Indonesia menetapkan target agar sektor kehutanan tidak lagi menjadi sumber emisi gas rumah kaca. Pada akhir dekade ini diharapkan hutan Indonesia dapat menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskan, sehingga berperan penting dalam mengurangi dampak krisis iklim.

Kebijakan ini disetujui juga PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan berkomitmen mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan emisi karbon. Dalam rencana penyediaan tenaga listriknya untuk tahun 2021-2030, PLN mengandalkan pemanfaatan biomassa sebagai salah satu strategi utama dalam mengurangi emisi karbon. Berdasarkan sosialisasi dari KLHK Bidang Pengelolaan Lestari pada tahun 2020, disebutkan bahwa dalam rangka implementasi FOLU Net Sink 2030, Provinsi Gorontalo mendapatkan alokasi lahan sebesar 74.147,78 hektar terkait modalitas perizinan berusaha pemanfaatan hutan.

Siapa Dibalik IGL

Di Kabupaten Pohuwato ada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan khususnya di sektor hutan tanaman energi yang akan menjadi biomasa wood pellet. Perusahaan ini adalah PT Inti Global Laksana (IGL) yang memiliki konsesi seluas 11.860 hektar. Sebelumnya, PT IGL adalah milik PT Provident Agro Tbk (Perseroan) dan PT Mutiara Agam (MAG). Namun pada 4 Juli 2019 PT Buana Pratama Cipta (BPC) mengakuisisi saham IGL. Artinya BPC menjadi pemilik saham mayoritas IGL saat ini.

Dari data profil perusahaan di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM yang diunduh 30 Juli 2024 menyebutkan sebagian besar dikuasai oleh BPC dengan kepemilikan 1.053.199 lembar saham atau senilai RP. 105.319.900.000. Untuk Komisaris PT IGL diduduki oleh Syamsul B. ILyas yang merupakan seorang pengacara dari Jakarta. Syamsul B. Ilyas ini juga merupakan salah satu pejabat Komisaris pada perusahaan tambang di Pohuwato yaitu PT PETS.

Kemudian Presiden direktur ditempati oleh Heru Purnomo. Selain menjabat sebagai direktur, Heru Purnomo juga memiliki 1 lembar saham pada PT IGL senilai 100 ribu rupiah. Sementara sebagai pemilik saham terbesar IGL, PT Buana Pratama Cipta (BPC) berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM yang di unduh pada 30 Juli 2024 menyebutkan saham BPC dimiliki oleh Heru Purnomo 1 persen atau 1 lembar saham senilai 1 juta rupiah. Sisanya milik PT Reka Varia Tara dengan kepemilikan saham 99 persen atau 99 lembar senilai 99 juta rupiah.

Berdasarkan laporan Mighty Earth yang dirilis pada bulan Mei 2024, saham PT Reka Varia Tara 87,5% dimiliki oleh Andy Kelana dan 12,5% oleh Helena Adnan. Kedua nama ini tidak asing lagi dalam dunia hukum, mengingat keduanya adalah mitra di Firma Adnan Kelana Haryanto & Hermanto (AKHH), yang memiliki portofolio klien di sektor pertambangan seperti termasuk PT Merdeka Copper and Gold Tbk, PT Saratoga Investama, dan Provident Capital.

*Tulisan ini merupakan Fellowship dari Forest Watch Indonesia (FWI)

Sumber tulisan ini berasal dari benua.id

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top