Janji Dana Konservasi Hutan US$ 1 Miliar RI di COP30 ketika Laju Deforestasi Jadi Sorotan

JAKARTA — Indonesia telah mendeklarasikan dukungan terhadap inisiatif pendanaan Tropical Forest Forever Facility (TFFF) yang diusung Brasil. Hal ini diwujudkan melalui komitmen pendanaan senilai US$1 miliar atau sekitar Rp16,8 triliun yang disampaikan pemerintah Indonesia dalam pembukaan Leader’s Summit COP30 di Belem, Brasil pada Kamis (6/11/2025).

Saat itu, Utusan Khusus Presiden RI untuk Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo dalam pidatonya mengemukakan bahwa Presiden Prabowo Subianto mendukung penuh inisiatif TFFF yang membidik total investasi US$125 miliar untuk mendukung konservasi hutan. “Indonesia akan berpartisipasi aktif dan telah berkomitmen untuk menyamai kontribusi Brasil dengan nilai US$1 miliar,” kata Hashim, dikutip dari Reuters, Jumat (7/11/2025).

Hashim turut mengemukakan capaian Indonesia dalam menekan laju alih fungsi hutan atau deforestasi. Dia mengklaim bahwa tingkat deforestasi telah mencapai level terendah dalam dua dekade dengan penurunan sebesar 75% sejak 2019.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengemukakan bahwa operasionalisasi, kelembagaan, dan detail teknokratis dari TFFF masih memerlukan pembahasan lebih lanjut, terutama di antara negara tropis yang akan menanamkan dana tersebut. TFFF sendiri dirancang untuk memperkuat kemandirian pengelolaan hutan tropis global.

Ketika ditanya soal sumber pembiayaan untuk mendukung inisiatif tersebut, Hanif mengusulkan mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai solusi. Indonesia disebutnya telah mencapai reduksi emisi dengan volume mencapai 1 miliar ton CO₂ ekuivalen dalam kurun 2015–2024 yang telah diverifikasi UNFCCC, badan PBB yang menaungi perundingan iklim global.

“Dari kami, kami ingin menyarankan bahwa terdapat usulan agar kontribusi Indonesia di TFFF dihubungkan dengan capaian reduksi emisi yang telah diverifikasi UNFCCC,” kata Hanif dalam Komunikasi Hasil COP30 di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

Indonesia memiliki catatan penurunan emisi sebesar 550 juta ton CO₂ ekuivalen pada 2015–2020, serta hampir 400 juta ton CO₂ ekuivalen pada 2020–2024. Jika ditotal, emisi yang direduksi mendekati 1 miliar ton CO₂ ekuivalen yang telah diakui secara internasional.

“Angka inilah yang menurut kami alangkah baiknya dipublikasikan di IDX [bursa karbon] untuk ditawarkan, sehingga angka ini yang harus kembali ke hutan dalam bentuk pendanaan TFFF, ini salah satu usulan dari kami,” kata Hanif.

Kementerian Lingkungan Hidup menilai bahwa capaian reduksi emisi tersebut tidak boleh dibiarkan tanpa utilisasi, dan dapat diarahkan melalui mekanisme pasar karbon domestik sebagai salah satu instrumen pendanaan yang relevan.

Laju Deforestasi Indonesia jadi Sorotan

Namun di tengah hasil COP30 di Belem yang menjanjikan lonjakan pendanaan iklim dan penguatan pasar karbon berbasis hutan, laju deforestasi Indonesia justru menunjukkan arah yang berlawanan.

Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa sepanjang periode 2021–2024 atau ketika kerangka Nilai Ekonomi Karbon (NEK) masih diatur oleh Perpres No. 98/2021, rata-rata deforestasi Indonesia tetap berada di kisaran 675.000 per tahun. Angka ini jauh di atas jalur penurunan deforestasi yang konsisten dengan komitmen iklim minimum (NDC) Indonesia.

FWI juga mencatat bahwa dokumen perencanaan sektoral di forest and other land use (FOLU) yang diklaim selaras dengan jalur NDC–CM1 atau skenario mitigasi tanpa syarat memproyeksikan total deforestasi yang masih dapat terjadi pada periode 2020–2030 sekitar 2,46 juta hektare, atau rata-rata hanya ±220.000—230.000 hektare per tahun untuk tetap berada di jalur komitmen minimum tersebut.

“Kalau angka ini kita bandingkan dengan rata-rata deforestasi faktual sekitar 675.000 hektare per tahun sepanjang 2021–2024, artinya sektor kehutanan Indonesia sedang defisit integritas iklim. Alih-alih punya ‘stok’ penurunan emisi yang bisa dijual, kita bahkan belum mampu mengejar jalur penurunan emisi yang sudah dijanjikan dalam NDC,” ujar Tsabit Khairul Auni, Peneliti dan Pengkampanye Hutan Forest Watch Indonesia.

Sementara itu, laporan Auriga Nusantara pada Januari 2025 mengungkap bahwa Indonesia telah kehilangan hutan atau mengalami deforestasi seluas 261.575 hektare sepanjang 2024. Laju deforestasi ini mengalami kenaikan 4.191 hektare jika dibandingkan dengan 2023 yang mencapai 257.384 hektare.

Dari jumlah hutan yang hilang sepanjang 2024, Kalimantan menjadi pulau yang mengalami deforestasi terparah, dengan luas 129.896 hektare. Adapun Kalimantan Timur menempati peringkat kedua dengan deforestasi terluas di angka 44.483 hektare.

Lalu Kalimantan Barat seluas 39.598 hektare, Kalimantan Tengah 33.389 hektare, Riau 20.812 hektare, Sumatra Selatan 20.184 hektare, Jambi 14.839 hektare, Aceh 8.962 hektare, Kalimantan Utara 8.767 hektare, Bangka Belitung 7.956 hektare, Sumatra Utara 7.303 hektare, dan 27 provinsi lainnya 55.282 hektare.

Auriga Nusantara mencatat Pulau Kalimantan menempati urutan pertama terjadinya deforestasi selama 11 tahun karena terdapat megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Selain itu, pemerintah memperbanyak izin pembukaan hutan kayu termasuk di Pulau Kalimantan. Bahkan, pemerintah memberikan izin pembangunan pabrik raksasa baru di Kalimantan Utara tanpa kejelasan bahan bakunya.

Lebih dari separuh deforestasi di Indonesia sepanjang 2024 juga terjadi di area konsesi. Adapun dari total deforestasi di Indonesia, sebesar 59% atau 153.498 hektare terjadi di area konsesi. Hal ini mengindikasikan deforestasi legal karena penghilangan tutupan hutan alam di area konsesi diperbolehkan.

Adapun terdapat empat jenis konsesi yang menyumbang deforestasi terbesar yakni logging, kebun kayu, tambang, dan sawit. Sepanjang 2024, deforestasi di konsesi logging tercatat 36.068 hektare, kebun kayu 41.332 hektare, tambang 36.615 hektare, dan sawit 37.483 hektare.

Sumber berita Hijau.bisnis.com

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top