Halalnya Pembabatan Hutan di Pohuwato Bagi Perusahaan Wood Pellet?

Provinsi Gorontalo merupakan salah satu pengekspor wood pellet terbesar di Indonesia, dua perusahaan berada di Kabupaten Pohuwato, yaitu PT Inti Global Laksana (IGL) dan PT Banyan Tumbuh Lestari (BTL). Kedua perusahaan diatas awalnya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang kelapa sawit, namun ijinnya kini bertransformasi dan berkamuflase menjadi perusahaan yang bergerak di bidang sumber energi (Bioenergi) yang mengusahakan wood pellet dengan memanfaatkan hutan alam bukan hutan tanam.

Wood pellet merupakan komoditas yang terbuat dari serbuk kayu yang dipadatkan untuk kebutuhan bioenergi. Wood pellet sendiri kemudian akan diekspor ke luar negeri. Dengan ekspor terbesar wood pellet dari Gorontalo berada di dua negera yakni, Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara itu menggunakan wood pellet asal Indonesia untuk dibakar di pembangkit listrik sebagai pengganti batu bara.

Hasil investigasi tim Forest Watch Indonesia (FWI) bersama dengan jaringan organisasi masyarakat sipil di Gorontalo, yakni Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda), dan jejaring simpul Walhi Gorontalo, PT. BTL memanfaatkan kayu berasal dari hutan alam bukan berasal dari kayu hutan tanaman atau bukan berasal dari kegiatan rehabilitasi. Berdasarkan analisis tim FWI, deforestasi hutan alam yang terjadi di dalam konsesi PT. IGL dan PT. BTL sepanjang tahun 2021 sampai Tahun 2023 sebesar 1087,25 Ha.

Di dalam kedua konsesi tersebut sekitar 65 persennya masih berupa hutan alam yang terancam “digunduli” untuk kepentingan produksi wood pellet. FWI mendefinisikan hutan alam tersisa di dalam kedua konsesi tersebut ke dalam skema deforestasi terencana dari KLHK. Berkaca pada keadaan hutan di Gorontalo, data Forest Watch Indonesia (FWI), hutan alam yang tersisa di Gorontalo hanya sekitar 693.795 Ha atau sekitar 57 persen dari luas daratan. Sementara itu nilai deforestasi yang terjadi masih menunjukan angka yang tinggi 35.770,36 Ha (2017-2023).

Selain di Kabupaten Pohuwato, ada juga dua perusahaan lain yang juga turut mengusahakan bioenergi, yaitu PT Gema Nusantara Jaya (GNJ) dan PT Gorontalo Citra Lestari (GCL). Kedua perusahaan ini merupakan pemegang Izin usaha pemanfaatan hutan hasil hutan dan hutan tanaman (IUPHHK-HT) sejak tahun 2011. Awalnya kedua perusahaan ini mengusahakan kayu untuk pertukangan dengan jenis tanaman Jabon. Kedua perusahaan berkomitmen untuk memproduksi wood pellet dengan membangun industri pengolahan kayu primer yang bernama PT Gorontalo Panel Lestari.

Kedua perusahaan beroperasi kembali melalui Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dengan Nomor 1109/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021 untuk PT. GNJ dengan luas 27.976,78 Ha. Dan melalui PBPH Nomor 1110/Menlhk/Setjen/HPL.0/11/2021 dengan luas 46.170 Ha untuk PT. GCL. Kedua perusahaan beroperasi di Kabupaten Gorontalo Utara. Berdasarkan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK KLHK), ekspor wood pellet dari Provinsi Gorontalo sebesar 56.713 ton dengan nilai 7,71 juta USD. Ekspor dilakukan sebanyak 5 kali sepanjang Oktober 2023 sampai 13 Juni 2024.

Tujuan ekspor wood pellet ke Jepang dan Korea Selatan melalui perusahaan Hanwa.Co. Gorontalo adalah provinsi penguasa mayoritas dari seluruh permintaan ekspor wood pellet Indonesia. Total nilai ekspor wood pellet Indonesia, yakni 8.190.132 USD dengan bobot 60.250 ton. Dengan melihat pangsa pasar wood pellet saat ini hanya ke Jepang dan Korea Selatan, maka Gorontalo setidaknya telah memenuhi 94 persen dari total aktivitas ekspor wood pellet Indonesia ke kedua negara tersebut. Sedangkan perusahaan yang tercatat KLHK sebagai satu-satunya eksportir wood pellet di Provinsi Gorontalo adalah PT. Biomassa Jaya Abadi (BJA).

Belum lama ini Forest Watch Indonesia juga mendapatkan informasi bahwa sehari menjelang perayaan hari kemerdekaan Indonesia ke-79, pada Jumat 16 Agustus 2024 patroli Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Kapal Negara Gajah Laut-404 yang dikomandani oleh Letkol Bakamla Agus Tri Haryanto berhasil mengamankan kapal MV Lakas yang dicurigai membawa barang ilegal di perairan Gorontalo.

Kapal tersebut berbendera Filipina dengan 17 anak buah kapal (ABK). Dalam pemeriksaan berdasarkan keterangan tertulis yang diterima melalui media sosial, Jumat (16/8/2024) ditemukan bahwa kapal tersebut tidak memiliki beberapa dokumen penting seperti Certificate of Analysis, Certificate of Origin, serta Certificate of Shipper Declaration yang diperlukan untuk pengangkutan barang berbahaya berdasarkan International Maritime Solid Bulk Cargoes (IMSBC). Selain itu, kapal tersebut juga diketahui membawa 10.545 metrik ton wood pellet yang diduga ilegal.

“Gorontalo berada dalam cengkraman Proyek Bioenergi Nasional salah satu yang terluas di Indonesia dengan luas 282 ribu Ha oleh 10 izin. Deforestasi terencana yang terjadi di Gorontalo akibat pembangunan proyek bioenergi tidak bisa dibenarkan. Pemanfaatan kayu dari hutan alam tidak akan pernah bisa menjawab apa-apa berkaitan dengan agenda transisi energi sebagai upaya pengurangan emisi,” ujar Anggi Prayoga juru kampanye Forest Watch Indonesia (FWI).

Senada dengan hal itu, Renal Husa dari Walhi Gorontalo juga menegaskan bentuk penolakannya kepada semua proyek bioenergi nasional seluas 282 ribu hektare di Provinsi Gorontalo. Dengan adamya proyek tersebut dirinya mengaku hal itu akan mengancam ruang kelola masyarakat dan akan menimbulkan bencana ekologis baru di Provinsi Gorontalo khususnya pada wilayah yang terdapat perusahaan-perusahaan wood pellet.

“Penolakan terhadap semua industri ekstraktif, termasuk Proyek Bioenergi Nasional seluas 282 ribu Ha di Gorontalo, karena mengancam ruang kelola rakyat dan berpotensi menimbulkan bencana ekologis baru. Hutan Gorontalo harus dikelola oleh rakyat, bukan korporasi, mengingat sejarah panjang konflik dengan masyarakat, seperti yang terjadi pada empat perusahaan, termasuk sawit di Pohuwato dan PT GNJ serta PT GCL di Gorontalo Utara, yang terlibat dalam insiden penyerangan dan penangkapan warga,” tegas Renal Husa.

Selain itu, Terry Repi, M.Si dari Institute for Human and Ecological Studies (Inhides) yang juga Akademisi Universitas Muhammadiyah Gorontalo menyoroti bahwa bioenergi menjadi ancaman serius bagi biodiversitas. Aktivitas bioenergi dapat mengakselerasi hilangnya habitat terutama bagi spesies spesialis dan spesies dengan jelajah yang luas, berisiko menyebabkan kepunahan. Konversi hutan dapat mengubah struktur dan komposisi ekosistem hutan serta mendorong munculnya spesies invasif yang mengganggu keseimbangan ekosistem.

Selain itu, dibutuhkan waktu yang sangat lama, antara 44 hingga 104 tahun, bagi hutan untuk menyerap kembali kelebihan CO2 setelah penebangan. Artinya, asumsi bahwa bioenergi kayu bersifat netral karbon adalah terlalu optimistis dan dapat menunda upaya mitigasi perubahan iklim yang lebih efektif. Sama halnya dengan apa yang dikatakan Dr. Abubakar Siddik Katili, M.Sc, Anggota Japesda yang juga dari Pusat Kajian Ekologi Pesisir berbasis Kearifan Lokal (PKEPKL) Universitas Negeri Gorontalo mengatakan, rusaknya ekosistem akibat proyek bioenergi dapat menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan yang memicu terjadinya perubahan iklim global.

Kerusakan ekosistem dan lingkungan adalah cerminan dari karakter serta perilaku yang abai terhadap keseimbangan sistem ekologis. Setiap tindakan memiliki dampak besar pada lingkungan dan makhluk hidup lainnya, kita melihat bagaimana kesadaran lingkungan seharusnya menjadi bagian integral dari pembentukan karakter kita.

Sumber tulisan ini berasal dari dulohupa.id

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top