JawaPos.com – Upaya pemerintah dalam melakukan transisi energi dinilai masih kurang tepat. Forest Watch Indonesia (FWI) menyoroti masifnya potensi deforestasi dari pembangunan Hutan Tanaman Energi (HTE) untuk proyek biomassa kayu. Sebagaimana diketahui, pemerintah memiliki target ambisius pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri sampai 43,2 persen dengan dukungan internasional pada 2030, yang termaktub dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) 2022. Target tersebut didesain dapat dicapai dari sektor hutan dan penggunaan lahan dan energi sebanyak 97 persen dari total komitmen nasional.
Di sisi lain, upaya meningkatkan bauran energi baru terbarukan sebanyak 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050 diklaim sebagai upaya pengurangan emisi. Menurut Manager Kampanye dan Intervensi Kebijakan FWI, Anggi Putra Prayoga, upaya tersebut memiliki konsekuensi signifikan terhadap sektor hutan dan lahan. Pasalnya, semua proyek energi akan mendapatkan ‘karpet merah’.
“Eksklusivitas proyek energi dari sektor kehutanan terbilang istimewa. Berdasarkan analisis terhadap Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021, setidaknya terdapat 9 ‘karpet merah’ pengadaan tanah untuk proyek energi yang berasal dari penurunan fungsi dan perubahan fungsi kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, serta dari pemanfaatan hutan,” katanya kepada JawaPos.com, Kamis (28/9).
Lebih lanjut Anggi memaparkan, KLHK terang-terangan akan melakukan pelepasan kawasan hutan seluas 6,91 juta Hektare (Ha) yang 78,39 persennya adalah sawit yang juga berpotensi untuk menjadi sumber bioenergi. Selain itu, ada juga izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 0,44 juta Ha yang merupakan konsesi Hutan Tanaman Industri (PBPH-HT) untuk proyek energi. Sementara itu, Kementerian ATR/BPN akan menyediakan lahan seluas 4 juta Ha secara bertahap khusus untuk kebun energi selama 2016 sampai 2025, untuk memenuhi program B30-B50 bioenergi nonlistrik
Dalam dokumen RUPTL, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berkomitmen untuk mengimplementasikan bauran pembakaran biomassa kayu (cofiring) hingga 10 persen di 52 PLTU di Indonesia. Bioenergi dengan memanfaatkan biomassa dari kayu diklaim sebagai terobosan dalam strategi meningkatkan porsi energi baru terbarukan. Inilah yang kemudian diklaim sebagai energi bersih.
Pemerintah melalui KLHK telah menargetkan pembangunan HTE melalui perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebanyak 1,29 juta Ha untuk memenuhi kebutuhan biomassa. Sayangnya, FWI mencatat, praktik pembangunan HTE sejauh ini sudah mengakibatkan kehilangan hutan alam sebanyak 55 ribu Ha dan sebanyak 420 ribu Ha hutan alam tersisa terancam dirusak untuk kepentingan pembangunan HTE (planned deforestation).
Apalagi, lanjut Anggi, dari 31 perusahaan HTI yang membangun HTE, tidak semuanya memiliki kejelasan status perizinan. Terdapat 8 izin dalam status dicabut, dan 3 dalam proses dievaluasi.
“Pada akhirnya, urgensi pengurangan emisi melalui pembangunan HTE hanya menjadi upaya untuk melanggengkan penguasaan hutan dan lahan semata, apalagi pasca diterapkan skema perizinan berusaha pemanfaatan hutan melalui sistem Online Single Submission (OSS),” tuturnya.
Sementara itu, dalam dokumen Rencana Operasional FoLU Net Sink 2030, untuk memenuhi target net sink 2030 dibutuhkan pembangunan hutan tanaman baru hingga 6 juta Ha. Untuk memenuhi target tersebut dibutuhkan pembangunan hutan tanaman melalui skema arahan pemanfaatan hutan produksi dan pemberian izin baru (Persetujuan Perhutanan Sosial) sesuai Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS).
Selain melalui pemberian izin baru, pemenuhan target pembangunan hutan tanaman (termasuk HTE) dapat dipenuhi melalui skema multiusaha kehutanan, kemitraan, dan kerja sama perhutanan sosial (PS). Hasil analisis FWI pada 2023, proyek pembangunan HTE diproyeksikan akan merusak hutan alam seluas 4,65 juta Ha yang berasal dari konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), HTI, PS yang turut mengusahakan HTE, dalam rangka pemenuhan target pembangunan hutan tanaman agar target net sink 2030 tercapai.
“Jika ini yang dinamakan transisi energi, maka ini keliru. Pembangunan Hutan Tanaman Energi untuk menghasilkan biomassa kayu (bioenergi) yang berasal dari deforestasi tidak bisa diklaim sebagai energi bersih dan tergolong sebagai energi terbarukan,” jelas Anggi.
“Niat memenuhi target pengurangan emisi dari sektor hutan dan lahan melalui pembangunan Hutan Tanaman Energi tidak akan pernah tercapai dan bukan sebuah cara yang tepat di tengah krisis ekologi,” pungkasnya.k.
Editor : Estu Suryowati