- Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum LHK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendapatkan penghargaan Asia Environmental Enforcement Recognition of Excellence (AEERE) 2024–2025 di dua kategori, impact dan collaboration, 17 Oktober. Meskipun demikian, masyarakat sipil minta pemerintah tidak berpuas diri, karena realita penegakan hukum kejahatan lingkungan masih lemah dan jauh dari ideal.
- Rasio Ridho Sani, Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LH, yang menjabat Dirjen Gakkum LHK 2015-2025, menerima penghargaan tersebut dari United Nations Environment Programme (UNEP). Karena kinerja Ditjen Gakkum dalam penegakan hukum kejahatan lingkungan hidup lintas batas (transboundary).
- Anggi Putra Prayoga, Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI), mempertanyakan kejelasan indikator atau data yang menjadi dasar pemberian penghargaan tersebut. Pasalnya, salah satu kejahatan lingkungan seperti pembabatan hutan terus terjadi di Indonesia. Data FWI 2021–2023 menunjukkan deforestasi justru meningkat di kawasan konservasi dan hutan lindung, mencapai 35% dari total nasional.
- Penegakan hukum kejahatan lingkungan Gakkum LHK masih jauh dari ideal. Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menilai, direktorat itu hanya mengutamakan penindakan perdata ketimbang pidana.
Badan Lingkungan PBB (United Nations Environment Programme (UNEP) memberikan penghargaan kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum LHK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan–kini sudah terpisah antara Lingkungan Hidup dan Kehutanan— atas kinerja devisi ini dalam penegakan hukum kejahatan lingkungan hidup lintas batas (transboundary) pada 17 Oktober lalu. Penghargaan Asia Environmental Enforcement Recognition of Excellence (AEERE) 2024–2025 ini UNEP berikan dalam dua kategori, dampak (impact) dan kolaborasi (collaboration).
Berbagai organisasi masyarakat sipil mengingatkan, pekerjaan rumah (PR) penegakan hukum lingkungan hidup masih begitu banyak. Bagi mereka, penegakan hukum kejahatan lingkungan masih lemah, jauh dari ideal.
Dalam siaran pers yang Mongabay terima, salah satu keberhasilan kolaborasi ialah penindakan pencemaran minyak Supertanker MT Arman 114 pada 2023-2024. Dalam penindakan, Ditjen Gakkum berhasil kolaborasi dengan Bakamla, Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepri, Kejaksaan Negeri Batam, dan Kantor Imigrasi Kota Batam.
Kolaborasi ini membuat pengadilan vonis MT Arman 114 tujuh tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Negara sita kapal beserta muatan minyak mentah 166.975,63 metrik ton.
Untuk kategori impact, berupa penegakan hukum perdagangan satwa ilegal. Salah satunya, mengungkap jaringan besar perburuan dan perdagangan ilegal cula badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) bersama Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan Polda Banten pada 2023 hingga 2024.
Operasi ini menindak tujuh pemburu dan dua pembeli cula badak, dan menyita 390 senjata rakitan. Pengadilan menjatuhkan vonis rata-rata 11–12 tahun penjara bagi pelaku dan 1–4 tahun penjara bagi pembeli. Vonis ini merupakan hukuman tertinggi dalam sejarah kejahatan satwa liar di Indonesia.
Keterangan pers juga menyebut Satgas Gakkum LHK berhasil mengungkap jaringan perdagangan ilegal delapan cula badak di Kota Palembang. Empat cula badak di antaranya merupakan badak Indonesia, empat lainnya berasal dari negara lain. Kedua pelaku pengadilan vonis empat tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Rasio Ridho Sani, Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, pada periode 2023- 2024 menjabat sebagai Dirjen Gakkum LHK, yang menerima penghargaan dari UNEP.
Roy, sapaan akrab Rasio mengatakan, penghargaan ini penting sebagai pengakuan dan apresiasi internasional atas komitmen dan konsistensi pemerintah dalam melawan kejahatan lingkungan hidup.
“Juga penghargaan untuk seluruh aparat penegak hukum dan mitra lembaga yang telah bekerja bersama melindungi lingkungan hidup dan sumber daya alam Indonesia,” katanya.
Masih banyak pekerjaan rumah
Anggi Putra Prayoga, Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI), banyak kejahatan lingkungan tak tersentuh hukum. Satu contoh, kejahatan lingkungan pembabatan hutan yang terus terjadi di Indonesia. Data FWI 2021–2023 menunjukkan deforestasi justru meningkat di kawasan konservasi dan hutan lindung, mencapai 35% dari total nasional.
Selain itu, dia juga menyoroti pembiaran pencemaran industri ekstraktif, seperti nikel dari hulu hingga laut padahal itu merupakan kejahatan lingkungan. Masyarakat, termasuk biota yang hidup bergantung laut terdampak. Kondisi itu, katanya, memperlihatkan penegakan hukum dan pengawasan masih lemah di wilayah kerja kementerian yang mengurusi kehutanan maupun lingkungan hidup ini.
Gakkum, katanya, sering tak menindak kasus yang mereka anggap legal secara administratif, meski jelas merusak lingkungan. Misal, pembiaran PT Mayawana Persada yang membabat lebih 10.000 hektar hutan alam di gambut Kalimantan Barat. Aksi ini mengancam orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), yang statusnya terancam punah. Dia bilang, dari 14.000 hektar hutan yang mereka tebang tahun ini, 13.000 hektar merupakan kawasan yang teridentifikasi habitat kera besar itu.
Dia juga soroti penegakan hukum yang belum transparan. Tahun 2024, misal, KLHK mengeluarkan regulasi daftar informasi yang dikecualikan dari penutupan sistem informasi publik.
Hal ini, merupakan bentuk pembatasan akses publik terhadap data lingkungan dan bertentangan dengan prinsip good governance dan keterbukaan informasi. Tanda pembatasan terhadap kolaborasi dengan elemen masyarakat sipil dalam memberantas kejahatan lingkungan. “Artinya, secara kelembagaan untuk memberantas kejahatan lingkungan itu sebenarnya dipersempit, karena aksesnya dibatasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.”
Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menilai, devisi penegakan hukum kementerian hanya mengutamakan penindakan perdata ketimbang pidana. Kondisi ini, makin parah dengan regulasi yang justru melemahkan penegakan hukum kejahatan lingkungan.
Perusahaan sawit dan tambang ilegal dalam kawasan hutan, misal, lewat UU Cipta Kerja bisa dapat ampunan, asal bayar denda dan memperbaiki syarat administrasi.
Laporan Gakkum 2023, dari 1.009 pengaduan kasus yang mereka tindaklanjuti, hanya 173 selesai secara pidana. Sanksi administratif ada 426 kasus. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebanyak 42 kasus. “Perdata sama pidana itu harus dikombinasikan dalam penuntutan-penuntutan kejahatan atau kasus kerusakan lingkungan,” katanya.
Rio, panggilan karibnya, menyebut banyak perusahaan yang terbukti melakukan kejahatan lingkungan dengan nilai kerugian tinggi belum membayar ganti rugi. Sekalipun vonis pengadilan sudah keluar. Selain itu, penegakan hukum kejahatan lingkungan terkait perdagangan satwa liar pun masih jauh dari ideal. Pemerintah klaim dapat menjerat penjual dan pembeli satwa ilegal, namun aktor-aktor penting lain masih banyak yang lolos.
Kejahatan perdagangan satwa liar, katanya, erat kaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Satwanya pun bernilai jual tinggi. Untuk itu, patut menelusuri siapa pemodal yang membelinya. Di sinilah perlu pengembangan kasus dengan menggunakan instrumen lain, salah satunya TPPU. “Kasus-kasus perdagangan satwa liar itu harus dicari sampai ke level pendanaan.” Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 53 dugaan aliran dana ilegal, termasuk TPPU terkait kejahatan di sektor lingkungan.
Rio bilang, penting untuk menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk unsur pemerintah dan penegak hukum. Menurutnya, keberhasilan penegakan hukum tidak berhenti pada penjeblosan para pelaku, melainkan memberikan efek jera dan mencegah keberulangan kasus.
Sumber berita Mongabay.co.id
