Peluncuran Website Sistem Informasi Kaltara: Perkuat Peran Masyarakat Sipil Lindungi Hutan

TANJUNG SELOR – Forest Wacth Indonesia (FWI) menyelenggarakan diskusi publik bertajuk ‘Peran Masyarakat Sipil dalam Penataan dan Pemanfaatan Ruang untuk Perlindungan Hutan yang Berkeadilan’ sekaligus meluncurkan Website Sistem Informasi Kalimantan Utara (Kaltara).

Kegiatan ini menjadi ruang dialog bagi pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat sipil dan masyarakat adat untuk bersama-sama memperkuat peran masyarakat sipil dalam tata kelola ruang yang adil, inklusif dan berkelanjutan.

Diskusi publik ini dihadiri berbagai pihak, mulai dari perwakilan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara, yaitu Dinas Kehutanan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kepala PPID Kaltara, Kepala Bappeda-Litbang Kaltara, serta Kepala Bappeda-Litbang Bulungan dan Komisi Informasi Provinsi (KIP) Kaltara.

Kemudian akademisi Universitas Kaltara yaitu Jimmy Nasroen, M dan Universitas Borneo Tarakan yaitu Dr. Ir. Adi Sutrisno, M.P, serta organisasi masyarakat sipil di Kaltara, yaitu Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kaltara, Forum Intelektual Kalimantan Utara (FIKR), Global Green Growth Institute (GGGI), Green of Borneo (GoB), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltara, Jaringan Pemantauan Independen Kehutanan (JPIK) Kaltara, KKI Warsi Malinau, Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Dayak Punan Malinau (LP3M), Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL), Perkumpulan Perdu, Sawit Watch Kaltara, Wetlands International dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Diskusi ini dilatarbelakangi oleh adanya implikasi serius dari perencanaan tata ruang yang belum optimal serta kemudahan dalam pemberian izin pemanfaatan lahan dan kawasan. Kondisi tersebut berdampak pada semakin terbukanya akses eksploitasi sumber daya alam yang berisiko terhadap keberlanjutan ekosistem hutan.

Analisis FWI menunjukkan bahwa pada periode 2017–2023, tutupan hutan di Kaltara masih mencapai sekitar 5,7 juta hektare atau 80 persen dari total wilayahnya. Angka ini menggambarkan betapa pentingnya posisi Kaltara sebagai benteng terakhir hutan alam di Indonesia.

Namun demikian, keberadaan hutan tersebut tidak terlepas dari ancaman deforestasi. FWI (2023) mencatat bahwa 63 persen deforestasi di Kaltara justru terjadi di dalam area konsesi industri, baik yang terkait dengan sektor kehutanan, perkebunan, maupun pertambangan.

Dalam pemaparannya, Eko Cahyono (Forest Watch Indonesia) menekankan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam tata kelola ruang dan kehutanan adalah ketimpangan penguasaan lahan dan tumpang tindih izin, yang kerap berujung pada konflik sosial, kekerasan, bahkan pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, reformasi tata kelola, pelibatan masyarakat sipil, serta keterbukaan informasi publik menjadi kunci untuk mencegah konflik dan memastikan perlindungan hutan yang berkeadilan.

Dalam sesi tanggapan, Nustam (Dinas Kehutanan Kaltara) menegaskan bahwa kawasan hutan provinsi seluas 5,5 juta hektare menghadapi tantangan serius seperti lahan kritis, konflik pemanfaatan dan kebakaran hutan. “Isu strategis kita bukan hanya luas hutan, tapi bagaimana mengelolanya agar berfungsi optimal bagi masyarakat,” ujarnya.

Bertiu (Bappeda-Litbang Kaltara) menambahkan bahwa RTRW 2025–2044 dirancang untuk meningkatkan nilai kawasan hutan bagi kemakmuran masyarakat. “Tantangan kita bersama bukan seberapa luas kawasan hutan itu, tetapi bagaimana meningkatkan nilainya untuk kesejahteraan,” katanya.

Dari akademisi, Dr. Adi Sutrisno (Universitas Borneo Tarakan) mengingatkan bahwa penataan ruang dapat membawa manfaat sekaligus risiko. “Investasi publik bisa memperkuat akses masyarakat, tapi juga berpotensi mempercepat penggusuran jika tanpa partisipasi inklusif dan prinsip persetujuan awal,” jelasnya.

Sementara itu, Indah Astuti (YKAN) menyoroti pentingnya pendekatan berbasis komunitas. “Tantangan perambahan, alih fungsi kawasan, hingga disrupsi sosial hanya bisa dijawab dengan kolaborasi multipihak dan penguatan kelembagaan adat,” ungkapnya sembari menekankan peluang pengelolaan hutan berkelanjutan serta akses pendanaan konservasi.

Di akhir agenda, Eko Cahyono (FWI) menegaskan bahwa penataan ruang adalah instrumen penting untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan. Ia menekankan peran strategis masyarakat sipil sebagai penyeimbang dan pengawas, serta pentingnya kolaborasi multipihak pemerintah, NGO, akademisi, tokoh agama dan masyarakat adat dalam melindungi hutan dan mengelola sumber daya alam.

Sistem Informasi Kaltara: Transparansi untuk Semua

Sejalan dengan itu, FWI meluncurkan Website Sistem Informasi Kaltara sebagai upaya memutus asimetri data dan informasi di level provinsi.

Menurut Soelthon Gussetya Nanggara, website ini diharapkan menjadi rujukan publik dalam memantau kebijakan, izin, dan pemanfaatan ruang serta memperkuat peran masyarakat sipil dalam mengawal pengelolaan sumber daya alam.

“Keterbukaan informasi merupakan pondasi penting dalam tata kelola sumber daya alam yang transparan dan berkeadilan. Website Sistem Informasi Kalimantan Utara hadir sebagai jembatan data yang bisa diakses masyarakat, akademisi, maupun pemerintah. Dengan data yang terbuka, publik dapat ikut mengawasi, mengkritisi, dan memastikan kebijakan tata ruang berpihak pada perlindungan hutan dan hak-hak masyarakat, khususnya masyarakat adat,” tegas Ogy Dwi Aulia.

Terdapat antusias yang lumayan besar dari Badan Publik dan Organisasi Masyarakat SIpil (OMS) dalam menyikapi sistem informasi ini, di antaranya adalah dari PPID provinsi yang mengutarakan bahwa ini merupakan salah satu langkah awal dalam mendorong keterbukaan informasi di Kaltara.

Beberapa OMS juga memberikan masukan terhadap website ini baik secara teknis seperti visualisasi, pembaruan data dan akses dan juga secara prinsip agar website lebih partisipatif, sehingga data-data yang sudah dikumpulkan di level tapai bisa saling terintegrasi. (**)

Sumber berita Radartarakan.jawapos.com

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top