Hal yang Usai dan Belum Tercapai Setelah Upacara di IKN Selesai

Warga duduk di tepi jalan menuju Istana Negara di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Sabtu (17/8/2024). Mereka tak bisa masuk ke lokasi upacara karena tak punya undangan resmi dari Istana. Hajatan besar pertama di Ibu Kota Nusantara usai. Berbagai alat tempur dan pasukan pendukung upacara 17 Agustus 2024 di lokasi ibu kota baru sudah meninggalkan jalan-jalan sekitar permukiman warga. Jalanan yang sempat sepi lalu-lalang kendaraan proyek kini mulai berangsur ramai kembali, tanda pembangunan IKN berlanjut. Seiring dengan hal itu, warga harap-harap cemas dengan proses ganti rugi lahan yang belum usai.

Gowau (66), misalnya, belum mendapat informasi kapan lahannya bakal diganti rugi pemerintah. Ia tinggal di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. Rumahnya berbatasan langsung dengan proyek hunian TNI-Polri di IKN. Gowau tak masalah tanahnya digunakan untuk kepentingan IKN. Namun, ia belum tahu kapan ganti kerugian dilakukan. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah selama ini baru menginformasikan lahannya bakal terdampak pembangunan kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) IKN. ”Kalau sudah tahu nilainya dan kapan (diganti rugi), kami bisa siap-siap beli lahan baru yang ndak terlalu jauh,” kata dia, Rabu (21/8/2024).

Kebun, warung, dan rumah keluarga Gowau berada di lahan seluas 1.865 meter persegi. Gowau menyebut, ia memegang surat tanah berupa segel. Namun, setelah dicek kembali, Gowau memegang surat pernyataan penguasaan tanah negara. Surat itu bertahun 2017. Di dalamnya, tertera Gowau dan keluarga menggarap lahan tersebut sejak 2006. Dengan surat keterangan itu, lahan milik Gowau kemungkinan diganti rugi saat terdampak pembangunan IKN, bukan hanya bangunan dan tumbuhan. Itu sesuai UU No 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Namun, ada sejumlah warga yang kebingungan soal ganti rugi lahan ini.

Di Kelurahan Sepaku yang berdekatan dengan proyek Intake Sepaku IKN, misalnya. Marsiyem (64), salah satu warga, menilai ia memegang surat tanah berupa segel. Namun, saat Kompas melihat surat tanahnya, itu adalah surat keterangan kepemilikan bangunan dan tanaman di atas tanah negara atau adat bertahun 2001. Artinya, surat itu memberi keterangan bahwa Marsiyem hanya diakui kepemilikan bangunan dan tanaman di atas tanah negara.

Pemahamannya soal hak atas tanah ini bikin Marsiyem khawatir saat terdampak pembangunan IKN kelak. Ia rasa bakal sulit dapat lahan baru untuk tinggal dan berkebun dengan bermodal ganti rugi tanaman dan bangunan. ”Pemerintah bilang sekarang tempat kami ini ADP (aset dalam penguasaan) Otorita IKN. Kami bingung,” kata Asrirapi (51), menantu Marsiyem.

Permukiman masyarakat berdampingan dengan proyek Intake Sepaku di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (31/12/2023). Intake ini ditargetkan berkapasitas 3.000 liter per detik yang bakal menyediakan air baku untuk pembangunan awal di IKN. Istilah ADP terdapat dalam Peraturan Presiden No 75/2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN. Dengan status lahan milik pemerintah, jika kelak pembangunan IKN melebar ke tanah tersebut, negara tak bisa mengganti rugi lahan milik negara.

Namun, masih ada kemungkinan keluarga Marsiyem mendapat ganti rugi lahan ADP yang ia tempati. Perpres No 75/2024 mencantumkan, permasalahan penguasaan tanah ADP oleh masyarakat diberikan per bidang tanah sesuai hasil inventarisasi dan identifikasi. Besaran nilai yang dihitung sesuai hasil dari penilai publik dengan memperhatikan komponen, salah satunya tanah. Namun, ada kata ”memperhatikan” dalam Pasal 8 perpres itu yang mengatur soal penguasaan tanah ADP.

Rikardo Simarmata, pengajar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, mengatakan, kata ”memperhatikan” di sana memang seperti tidak tegas. Jika dipandang sebagai peraturan pelaksanaan, itu biasanya tidak dimaknai opsional. ”Kata ’memperhatikan’ berarti harus melakukan. Seringnya ditafsir sebagai kewajiban,” kata Rikardo.

Dengan tafsir tersebut, Perpres No 75/2024 memungkinkan warga mendapat ganti kerugian lahan, sekalipun lahannya berstatus ADP. Hanya saja, jika mendengar pernyataan Marsiyem, keluarganya belum memahami hal tersebut. Rikardo menilai pemerintah mesti mengomunikasikan berbagai peraturan dan implikasinya kepada warga dengan baik. Hal itu bisa membuat warga lebih paham dan tidak dilanda kebingungan.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Agus Harimurti Yudhoyono, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, memberikan keterangan pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, pemerintah berupaya menjelaskan secara langsung persoalan lahan ini kepada masyarakat. Ia menekankan pembangunan IKN bisa berjalan, tetapi juga warga bisa mendapatkan haknya. ”Kami ingin melakukan progres-progres yang baik, tetapi sekali lagi kita juga membutuhkan waktu dan proses,” katanya, diwawancara seusai mengikuti upacara di IKN.

Dampak lingkungan

Saat AHY dan pejabat negara lainnya menggelar upacara di IKN, puluhan warga menggelar kegiatan berbeda di Jembatan Pulau Balang, salah satu infrastruktur pendukung IKN. Puluhan aktivis Greenpeace dan Koalisi Tanah untuk Rakyat membentangkan spanduk di jembatan itu bertuliskan ”Indonesia is Not For Sale, Merdeka!”.

Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Fathur Roziqin Fen, bagian dari koalisi itu, mengatakan, tekad Presiden Jokowi membangun IKN sebagai forest city tidak dibarengi upaya melindungi hutan tersisa dan memulihkan kawasan yang rusak. Ia mengatakan terdapat konflik agraria, dampak ekologis, dan kriminalisasi warga dalam pembangunan IKN. ”Proyek pembangunan IKN juga melahirkan silent victims, seperti orangutan, bekantan, pesut, dan keanekaragaman hayati, di lanskap Teluk Balikpapan, yang habitat dan eksistensinya terancam, tapi mereka tak bisa bersuara,” katanya.

Koalisi itu melansir Data Forest Watch Indonesia (FWI) yang menunjukkan sekitar 20.000 hektar hutan di area IKN hilang selama lima tahun terakhir. Data itu menunjukkan, total tutupan hutan alam yang tersisa di wilayah IKN hanya 31.364 hektar, termasuk kawasan hutan mangrove seluas 12.819 hektar. Proyek IKN juga mereka nilai mengancam keanekaragaman hayati di Teluk Balikpapan. Mereka mencatat, lebih dari empat hektar mangrove di hulu Teluk Balikpapan hilang. Kawasan itu menjadi jalur perairan untuk alat-alat berat.

Penghancuran mangrove dan arus mobilitas yang masif di teluk, kata mereka, mengganggu ekosistem satwa, seperti pesut, duyung, serta buaya muara. Akibatnya, kerap terjadi konflik satwa dan warga dalam beberapa tahun terakhir di Teluk Balikpapan. ”Kebijakan ini semakin menandakan masyarakat pesisir belum merdeka dalam mengelola wilayah pesisir dan laut sendiri,” kata Direktur Eksekutif Pokja Pesisir Balikpapan Mappaselle, yang juga tergabung dalam koalisi tersebut.

Mengenai lingkungan, Menteri PUPR sekaligus Pelaksana Tugas Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono mengatakan dalam berbagai kesempatan bahwa pembangunan di IKN memperhatikan kualitas, estetika, dan keberlanjutan lingkungan. ”Harus seminimal mungkin menebang pohon dan mengupas tebing. Justru kita manfaatkan pohon dan tebing yang ada untuk lanskap view kawasan yang bagus,” kata Basuki. Pembangunan IKN masih dianggarkan Rp 4,1 triliun pada 2025. Pembangunan masih akan berlanjut. Catatan dan suara warga untuk pembangunan megaproyek ini juga mestinya dapat perhatian.

Sumber tulisan ini berasal dari Kompas.id

Thank you for your vote!
Post rating: 4.3 from 5 (according 3 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top