Warga mempetisi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, untuk Stop Pembangunan Resort di Telaga Warna Puncak!

 

Sudah masuk musim hujan lagi. Saya sama warga Bogor lain mesti mulai siapin batin. Soalnya masuk musim hujan begini, biasanya warga Jakarta suka nuduh kami warga Bogor tukang kirim banjir.

Bercanda mungkin ya, tapi menurut saya aneh kalau dibilang Bogor itu pengirim banjir. Bukan pengirim banjir, tapi memang debit sungai ini sudah nggak stabil. Kalau dulu debit sungai masih stabil, nggak kayak begini. Kalau kita misalnya malam hujan gede, meluap, itu nggak cepet surutnya, stabil, pelan-pelan. Sekarang mah cepet surut. Sejam-dua jam udah surut lagi. Itu karena di hulu Ciliwung, di Puncak, hutannya sudah habis.

Jadi yang bener penyebab banjir, yang mengirim banjir, itu developer yang kerjaannya bikin villa, bikin hotel atau resort di Puncak. Hutan di Puncak jadi hilang, sudah nggak ada penyimpan air, cadangan air semakin menipis. Jadi pas datang hujan, airnya loss aja gitu. Itu yang sampai ke Jakarta, jadi banjir.

Dari enam DAS di Bogor yang menghilir ke Jakarta, cuma Ciliwung yang masih punya hutan. Itu juga luasnya makin menyusut, tahun 2009 tinggal 12%. Padahal DAS Ciliwung ini pertahanan terakhir Jakarta dari banjir. Tapi sekarang kondisinya kritis.

Sumber (https://www.youtube.com/forestwatchindonesia)

Kalau kata kawan-kawan Forest Watch Indonesia (FWI), 16 tahun ini, hutan di Bogor hilang sampai 66 kali luas Kebun Raya Bogor. Luasnya sampai 5600 hektare. Nggak bisa dibayangin, 15 tahun lagi kita akan kehilangan hutan di Bogor. Banjir juga pasti makin parah.

Satu lagi yang buat saya makin cemas, baru-baru ini saya dengar kabar di Telaga Warna, Puncak, mau dibangun resort baru. Kalau mau bangun resort lagi, berarti hutan yang ada di sana harus dibabat. Kalau rencana ini jadi, kebayang dampaknya buat warga. Pasti kekeringan dan banjir. Nggak cuma warga Jakarta, Bogor juga bisa kena bencana.

Sekarang aja di Desa Tugu Selatan dan Tugu Utara, dua desa di Puncak yang masih menyimpan banyak hutan, kalau musim kemarau kadang kekeringan karena ada pembukaan hutan. Belum lagi kalau hujan, siap-siap saja kebanjiran.

Saya dan kawan-kawan yang bergerak untuk Ciliwung inginnya pembangunan resort di Telaga Warna itu dihentikan. Kawan-kawan FWI juga bilang kalau sebetulnya pembangunan resort itu menyalahi banyak aturan undang-undang. Dari mulai UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU 27 tahun 2006 tentang Penataan Ruang, dan juga UU 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Banyak sekali aturan yang diterabas.

Jadi penyebab banjir itu kompleks, kalau orang cuma bilang masalah sampah, tiap Sabtu kita nggak pernah absen mulungin sampah di sepanjang Ciliwung. Tapi percuma kalau kita terus-terusan mulungin sampah di sungai, kalau penyebab masalahnya makin diperparah, hutan makin dibabat habis. Ya tetep aja Jakarta bakal terus banjir.

Jadi keinginan saya dan kawan-kawan di Ciliwung cuma satu, Hentikan Pembangunan Resort di Telaga Warna! Warga Jakarta juga kalau nggak mau terus-menerus kebanjiran, mesti dukung untuk tolak pembangunan resort yang ngehancurin hutan puncak. Ayo sama-sama dukung petisi ini. Biar saya, kamu, dan kita semua nggak kebanjiran lagi!

Dukung saya dan sebarkan petisi ini ya.

Salam,

Pak Entis

 

Petisi ini akan dikirim ke:

“catatan ini dilansir dari https://www.change.org/p/bu-sitinurbayalhk-stop-pembangunan-resort-di-telaga-warna-puncak-cegahbanjir”

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top