MUARA LAMBAKAN “Bertahan di Tengah Kepungan Konsesi”

“Kalau tanah bisa diuangkan nanti, banyak orang kampung yang tidak ada tanah”. Demikian pernyataan Aji Galeng, Raja kerajaan di Muara Lambakan

Secara administratif, Desa Muara Lambakan berada dalam wilayah Kecamatan Long Kali, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Sebelah utara desa berbatasan dengan Desa Tanjung Soke dan Desa Gerengung. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pinang Jatus. Sebelah timur dengan Desa Muara Toyu dan Desa Perkuwen. Sebelah barat dengan Desa Kepala Telake dan Kampong Muluy. Kelima desa yang berada di perbatasan selatan, timur dan barat Desa Muara Lambakan ini masuk dalam wilayah kecamatan Longkali. Sedangkan desa yang ada di batas utara masuk dalam wilayah Kecamatan Bongan. Secara keseluruhan, Desa Muara Lambakan memiki luas 34.150 ha.

Mayoritas masyarakat Desa Muara Lambakan berprofesi sebagai petani berladang dengan sistim perladangan bergilir. Mereka menanam tanaman padi sebagai tanaman utama. Padi ini tidak dipakai oleh mereka untuk dijadikan komoditas, melainkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari (subsisten). Selain berladang, mereka biasanya mengambil hasil-hasil hutan sepeti buah-buahan, kulit kayu, kayu, madu, dan hewan buruan.

Hampir seluruh lahan di Desa Muara Lambakan berstatus hutan produksi, yang merupakan tanah Negara. Lahan yang berstatus sebagai Area Penggunaan Lain (APL) hanya 196,23 ha yang difungsikan sebagai pemukiman pada tahun 2014.

Penguasaan Tanah oleh Perusahaan di Muara Lambakan

Awalnya, di desa Muara Lambakan, sejak masa prakolonial, siapa saja yang membuka lahan tak bertuan akan menjadi pemiliknya. Setiap orang punya akses yang sama terhadap lahan tak bertuan. Karena itu, semua masyarakat Muara Lambakan memiliki tanah untuk digarap. Penduduk asli, karena mendapatkan tanah warisan orang tua, memiliki tanah yang lebih luas dibandingkan dengan pendatang.

Dari cerita sejarah kampung, awal mula tanah di Muara Lambakan mulai diuangkan (dijadikan barang dagangan) dimulai sejak tahun 1970-an, sejak perusahaan pemegang izin HPH masuk. Yang memulai menjadikan tanah sebagai barang dagangan di desa ini bukan masyarakat desa itu sendiri, melainkan pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan dengan perusahaan pemegang HPH. Pemerintah mengkapling kawasan-kawasan hutan dengan fungsi-fungsi tertentu, kemudian memberikan izin (“menjual”) lahan tersebut kepada perusahaan HPH (melalui proses teritorialisasi).

Laporan kegiatan Kaur pemerintahan Desa Muara Lambakan, Kecamatan Long Kali, Kabupaten Tana Paser, Provinsi Kalimantan Timur, tahun 2016, menyebutkan bawa luas Desa Muara Lambakan adalah 34.150 ha. Namun, luas desa yang disebut laporan tersebut tidak disertai dengan peta desa. Pemerintahan Desa Muara Lambakan mengaku bahwa Desa Muara Lambakan masih belum memiliki peta desa.

Luas desa menurut Pemerintahan Desa Muara Lambakan ini berbeda dengan yang disebut BPS (Badan Pusat Statistik) bersadarkan peta yang dikeluarkannya pada tahun 2010. Menurut peta tersebut, luas desa Muara Lambakan adalah 46.671,09 ha.

Tabel luas penguasaan lahan oleh perusahaan di Desa Muara Lambakan (BPS 2010)

PERUSAHAAN JENIS IZIN LUAS (HA) PERSENTASE
PT.Balikpapan Forest Ind. IUPHHK-HA 7.600,99 16,29%
PT.Greaty Sukes Abadi IUPHHK-HA 8.774,99 18,80%
PT.Indowana Arga Timber IUPHHK-HA 7.968,28 17,07%
PT.Telagamas Kalimantan IUPHHK-HA 5.498,72 11,78%
PT. Fajar Surya Swadaya IUPHHK-HT 7.326,00 15,70%

GRAND TOTAL

37.168,98 79,64%

 

Berdasarkan pembagian fungsi kawasan, 196,23 ha wilayah Desa Muara Lambakan ditetapkan sebagai Area Penggunaan Lain (APL). Menurut masyarakat, wilayah ini ditetapkan pemerintah sebagai tempat pemukiman. Itu pun baru sejak tahun 2014. Artinya, sebelum tahun 2014, masyarakat Muara Lambakan sama sekali tidak ada hak apapun di atas tanah desanya sendiri. Pak Basri, kepala adat Muara Lambakan mengatakan, “Sampai kolong rumah kami sendiri pun dianggap sebagai tanah Negara. Kami yang tinggal turun-temurun sejak nenek moyang tidak memiliki hak sedikitpun”. Pak Jamhari, wakil kepala adat mengatakan dengan kalimat lain, “Negara mengklaim tanah masyarakat itu tidak masuk akal karena selama ini masyarakat yang mengelola dan menggarap”.

PT. FAJAR SURYA SWADAYA

PT. Fajar Surya Swadaya (FSS) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan pulp, kertas, dan rayon. Perusahaan ini didirikan oleh kelompok industri kertas Fajar Surya (PT. Surabaya Industri Pulp dan Kertas dan PT. Fajar Surya Wisesa) bekerjasama dengan Group Djarum yang tergabung dalam PT. Agra Bareksa Indonesia, dan Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman (YKPBS) Jakarta. Salah satu tujuan pembangunan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada perkebunan kayu oleh PT. FSS ialah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp dan kertas di wilayah Kalimantan Timur dengan kapasitas 300.000 ton/tahun.

Sejak rentang waktu 2009-2016, hutan alam yang berada didalam konsesi PT. FSS telah berkurang seluas 17.791 ha. Deforestasi yang terjadi didalam area konsesi PT. FSS terjadi akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan kayu. Hutan yang ditebang untuk penyiapan lahan dimanfaatkan oleh PT. FSS dengan menjual kayu bulat hutan alam ke pihak ketiga. Untuk dapat memanfaatkan kayu dari hutan alam, PT. FSS telah mendapatkan sertifikat SVLK dan PHPL sejak Desember tahun 2013. Sertifikat tersebut berlaku sampai dengan Desember 2018. Dari data RKUPHHK-HT PT. FSS tercatat bahwa terdapat 1.272.349 meter kubik kayu dari hutan alam yang akan dipanen perusahaan tersebut. Dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT. FSS tahun 2014, juga terdapat 55.903 meter kubik kayu hutan alam yang akan dipasarkan atau dijual kepada pihak ke tiga.

Download Full

Thank you for your vote!
Post rating: 4.3 from 5 (according 1 vote)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top